Sepenggal Kisah Pilu: Begawan Durna Gugur, Karena Korban Berita Bohong
Padang Kurusetra, -Baratayuda hari ke lima belas. Begawan Durna merangsek maju. Dia tampil sebagai panglima perang, Mahasenapati Kurawa, mengganti posisi Resi Bisma yang baru saja gugur di medan tempur Baratayuda. Resi Bisma telah gugur, dihujani panah oleh Dewi Srikandi, istri Arjuna. Adapun panglima perang lainnya, Basukarna atau Prabu Karna juga telah gugur oleh panah Pasopati Arjuna.
Maka Begawan Durna yang sakti mandraguna kini memimpin pasukan perang Kurawa. Sudah lima hari tampil di medan laga, kesaktiannya tak ada yang mampu menandingi. Bala pasukan Kurawa merasa di atas angin, sebab Begawan Durna mampu membikin keder dan mengguncang semangat pasukan Pandawa. Banyak prajurit Pandawa tewas.
***
Hal ini membuat hati para Pandawa cemas. Malam itu, di pasanggrahan Pandawa, keheningan menyelimuti ruangan. Semua yang hadir terlihat sedih, meratapi kekalahan yang bertubi. Prabu Kresna pun menggelar siasat untuk mengatasi kehebatan Begawan Durna. Dia mengumpulkan lima ksatria Pandawa.
"Besok pagi, Bima. Bunuhlah gajah bernama Hestitama di medan laga. Lalu sebarkan kabar bohong bahwa yang telah gugur itu adalah Aswatama, putra kandung Begawan Durna itu", begitu pesan Prabu Kresna kepada Bima.
"Dengan cara begitu, Begawan Durna jiwanya akan terguncang. Mental tempurnya pasti goyah. Dia akan sangat kehilangan dan berduka demi mendengar kabar gugurnya Aswatama, putra tunggalnya itu", imbuh Prabu Kresna meyakinkan. Prabu Kresna tahu bahwa Begawan Durna sangat menyayangi Aswatama, putra tunggal panglima perang Kurawa itu.
Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa mengangguk, mengerti dan setuju pada cara tipudaya itu. Akan tetapi hanya Prabu Yudistira yang tidak setuju. Sebab itu taktik tidak jujur, dan membohongi lawan. Maka dia tidak mau turut berbohong. Sebab baginya sikap jujur adalah dharma, nilai keutamaan tertinggi, sebagai prinsip hidupnya.
Maka Prabu Kresna memberi jalan tengah. "Dinda Yudistira tidak harus berbohong. Tetapi jika kelak ada yang bertanya siapa yang gugur itu? jawab saja apa adanya. Tetapi jawablah dengan suara yang tak begitu jelas. Katakan Hes-ti-TAMA.", begitulah saran Prabu Kresna.
Dan Prabu Yudistira menyetujui hal itu, walau dia tidak suka pada taktik perang semacam itu. Dia tidak harus berkata "Aswatama gugur", melainkan "Hesti-TAMA yang gugur".
***