Lihat ke Halaman Asli

D. Wibhyanto

TERVERIFIKASI

Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Puisi Dalam Secangkir Kopi Pagi

Diperbarui: 27 Agustus 2023   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Puisi dalam Secangkir Kopi Pagi (image foto: wibhyanto/dokumen pribadi)

Puisi Dalam Secangkir Kopi Pagi

Dalam tarikan napas dalam aku menyapa pagi, kuhirup aroma satu puisi dalam secangkir kopi, tersaji di atas meja, bersama sepiring kenangan hangat merupa pisang goreng, lalu bertutur tentang malam yang baru saja berlalu. 

Puisi itu lalu mengudar rasa, menempel di bibir cangkir, merona bersama warna hitam kopi yang kental, dia puisi itu, bertutur dalam setiap seruputan hangat, tentang kisah-kisah lama yang mengalir seperti air, sepahit pahitnya liku-liku masa lalu, dan semanis manisnya gula, sambil merawat hangat kenangan dan harapan.

Aku merasakan di setiap seruputan kopi yang nikmat, puisi itu selalu menceritakan kisah dalam bab yang berbeda: perjalanan panjang, memilin perasaan gundah dan tawa. Aku terhanyut dalam alunan sentuhan puisi dalam secangkir kopi, mengusir mimpi tentang pagi yang bersegera beranjak pergi. 

Lalu aku mengunyah sepotong kenangan merupa pisang goreng itu, hangat dan menyenangkan. Puisi dalam secangkir kopi itu bilang, bahwa halaman terakhir setiap kisah kehidupan tak mungkin kembali, tetapi selalu dapat ditemui di beranda halaman rumah kalbu. 

Di dalam secangkir kopi, satu puisi itu lalu menyapa pagi yang cerah, sesekali bercanda tentang cinta, membuat sekawanan embun yang menempel di dedaunan, mendengar, tersipu malu malu. 

Begitulah, dalam setiap tegukan, ada kisah yang membuncah, dalam setiap hela napas, ada rindu yang lepas, cinta dan sunyi, menari bersama puisi dalam secangkir kopi, seperti pena menggoreskan kata, mengalir lepas terbang bebas bagai burung di udara. 

Di dalam secangkir kopi, hati terbuka seperti halaman putih yang menanti sentuhan, ketika jeda waktu dan ruang menyatu, puisi menyapa dalam rupa genggaman tangan, pelukan yang hangat, dan sapaan ringan yang menguatkan.

Aku tersipu, menyimak satu puisi dalam seruputan terakhir, kopi telah tandas di dasar cangkir, menyisa sepotong kisah tentang pagi yang renyah, yang bersegera beranjak pergi, menjemput matahari.

Sawangan, Lereng Merapi-Magelang, 27 Agustus 2023 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline