Lihat ke Halaman Asli

D. Wibhyanto

TERVERIFIKASI

Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Puisi: Tentang Lukisan Wajah yang Terluka

Diperbarui: 11 Juni 2023   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi/foto lukisan kanvas wibhyanto / dokumen pribadi

Tentang Lukisan Wajah Yang Terluka

Lalu aku menggores kanvas dalam guratan warna yang pertama, kucoba menyapa wajah lama yang tersamar, kuwarnai dengan lembut, warna warna lembayung, menggelayut dalam hening yang tulus, wajah itu sedikit menengadah, menangis atau tersenyum entahlah,

Seperti tak lagi asing bagiku, mungkin pernah kulihat dimana? batinku menduga, sambil mengaduk warna
Siapa kamu? tanyaku meraba kenangan lama di tepi kanvas

Seperti gelombang di lautan yang biru, garis-garis halus lalu mengalir berpadu menjadi satu.
Aku meraba kehampaan dan kesunyian, mencoba memahami dunia yang terpendam,

Siapa kamu, wajah yang terluka? Tanyaku lagi menggenggam harapan di tepi kanvas, tanpa jawaban

Terkadang seperti sedikit tersenyum, atau seperti menangis, sama saja asyiknya, timbul dan tenggelam
dalam goresan warna warni yang mengalir, aku membentuk sekilas wajah yang terluka,
lalu menghilang di balik goresan rasa, seperti puisi yang terselip dalam samar-samar rindu

Melukis seraut wajah yang terluka pada kanvasku yang terakhir adalah puisi
dalam setiap goresan ada cerita yang tersirat, dalam warna buram ada keindahan tersurat,
seperti rasa kalbu yang merindu Cahaya Sang Timur di ufuk Timur

Mengapa kau bendung airmatamu? duka atau bahagiakah itu yang kau rasa? Tanyaku pada seraut wajah yang terluka di tepi kanvas, tanpa jawaban

Melukis seraut wajah yang terluka, tersenyum atau menangis, sama saja asyiknya, seperti rindu terbalut oleh kenangan. Dalam setiap sapuan kuas di atas kanvas, warna-warna lembayung biru bergandengan tangan, mengharmoni di antara goresan jari-jari menari, bagaikan telah digariskan

Di dalam kuas yang menyentuh kanvas, ada kisah yang ingin diceritakan, seperti dalam kitab kitab,
keindahan yang tak dapat terucapkan, hanya dapat dirasakan melalui sapuan warna

Lukisan wajah tersayat luka adalah puisi yang tak berhenti, Ia terus berbicara dalam bisikan senyap, seperti dalam kitab kitab. Menyentuh rahsa hati yang peka dan jiwa yang dahaga, mengajak aku merenung dan peduli, untuk berbagi apasaja, selagi bisa, dalam keheningan kasih yang senyap

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline