Lihat ke Halaman Asli

D. Wibhyanto

TERVERIFIKASI

Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Cerpen: Warok

Diperbarui: 5 Januari 2024   22:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi cerpen WAROK (foto diolah dari canva/dokumen pribadi)

Cerpen: Warok 

Warok baru tiba sebagai pendatang di Jakarta. Tarji membawanya dari kampung karena kasihan. Warok hidupnya luntang lantung, tinggal di dusun miskin di Lereng Merapi Sebelah Barat Daya. Warok adalah teman Tarji dari kecil. Tarji lalu cawe cawe pada nasib Warok. Tarji tak tega melihat hidup Warok yang serba cekak, nganggur, dan seret rejeki di desa.

"Ikutlah aku di Jakarta. Siapa tahu nasibmu berubah, setidaknya bisa udad udud dari duit hasil keringatmu sendiri, tidak dari hasil memanen kolam ikan tetangga", ujar Tarji.

"Itu juga tidak baik, jadi omongan orang sedesa. Walaupun mereka tidak menuduhmu secara langsung, tapi dari lirikan orang-orang di desa, kita sudah bisa membaca dan merasa", begitu ujar Tarji lagi, menasehati Warok yang suka nyolong, nguras kolam tetangga malam-malam hanya untuk beli rokok, untuk udad udud.

Warok tidak tersinggung pada ucapan Tarji. Sebab memang begitulah faktanya. Hidupnya serba pas pasan, membuat Warok dikenal sebagai tukang nyolong, atau berprofesi maling di desa.

Memang bukan barang  berharga yang diembat oleh Warok di malam hari. Warok biasa nyolong pisang, pepaya, singkong, pete di kebun milik tetangga. Terkadang dia menguras kolam lele, kolam nila. Dan warok entah bagaimana caranya, dia selalu sukses dalam hal tehnik colong  menyolong itu.

"Biar saja. Kasihan dia tak punya keterampilan dan pekerjaan tetap", ujar orang-orang desa yang sebagian besar sebenarnya tahu akan ulah Warok yang demikian itu. Warok hidup dari apa saja yang bisa dia embat di malam hari, hidupnya mirip kalong, codot atau kampret.

Lalu sejak itu Tarji membawa Warok ke Jakarta. "Semoga kalian sukses", begitu doa orang-orang di desa, sambil melambaikan tangan ke arah Warok dan Tarji yang mulai berangkat naik bis ke Ibukota.

Maka Tarji dan Warok tinggal di gang kampung rawa yang kumuh di Jakarta Barat. Di bulan pertama Warok kerja serabutan ikut Kirjo, tetangga Tarji. Sementara Tarji sendiri jadi petugas cleaning service di KRL. Dia berangkat pagi pulang petang. Itu mengapa Tarji jarang ketemu Warok di kontrakannya. Terkadang Warok tidak pulang beberapa hari. Mungkin Warok ada pekerjaan lembur bersama Kirjo, begitu pikir Tarji.

Seminggu pergi tak pulang ke kontrakan, akhirnya Warok nongol juga. Penampilannya kini sudah berubah. Warok sudah mirip orang kota, perlente, pakaiannya necis rapih. Warok tidak tampak lagi seperti Wong Ndeso yang dekil. 

Tarji senang sebab mungkin saja Warok sudah mendapat penghasilan yang lumayan dan mapan. Begitu pikir Tarji.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline