Lihat ke Halaman Asli

D. Wibhyanto

TERVERIFIKASI

Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Sandhyakalaning Baruklinting - Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode#20)

Diperbarui: 30 April 2023   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kriwikan dadi grojogan" #20 , Cover image by D.Wibhyanto / dokumen pribadi.

"Kriwikan Dadi Grojogan" (#20)

Kotapraja Mangir

Dalam pada itu telik sandi Mataram bergerak bagaikan siluman yang menteror dan meresahkan penduduk. Dengan gerakan berkode sandi "Kriwikan Dadi Grojogan", tim telik sandi berjumlah empat orang ini telah mulai memicu kekacauan kecil-kecil di Kotapraja. Mereka, Ki Pamungkas, Linduaji, Wisesa dan Widura memulai gerakan dengan menyusup ke Kotapraja.

Mereka memencar ke empat wilayah dalam Kotapraja. Ki Pamungkas bergerak ke wilayah pertokoan, pergudangan dan Pasar Gede. Linduaji berada di perkampungan penduduk, sektor gerbang sisi Timur Kotapraja. Wisesa menyelinap di sektor sisi Barat Kotapraja. Widura berada di seputar alun-alun Kotapraja. Lalu dalam waktu yang ditentukan, untuk menghilangkan jejak mereka berotasi, saling tukar posisi. Keempat orang itu menyamar sebagai penduduk biasa dan pedagang asongan. 

Tak lama kemudian, dikabarkan oleh warga bahwa beberapa kejadian kriminal dan mengejutkan penduduk baru saja terjadi di beberapa sudut lokasi Kotapraja. 

Dikabarkan oleh warga bahwa beberapa kusir pedati yang melintas di jalur gerbang utama Kotapraja sisi Timur baru saja dibegal oleh orang tak dikenal. Tubuh mereka dibiarkan terikat di jalanan. Sedangkan beberapa pedati yang memuat bahan makanan itu pun dibakar begitu saja. Tak ada barang yang dijarah dalam peristiwa pembegalan itu. Warga setempat resah sebab baru kali ini hal demikian itu terjadi di kawasan jalur padat penduduk itu. 

Di tempat lain di sekitar gerbang Kotapraja sisi Barat, sejumlah orang yang sedang berjalan tiba-tiba diserang oleh orang tak dikenal. Beberapa korban yang terluka oleh sabetan senjata tajam itu berteriak mengaduh dan bergelimpangan di tepi jalan. Pelaku penyerangan itu melarikan diri dalam kegelapan, meninggalkan para korbannya, lalu masuk ke tengah perkampungan warga. Penduduk Kotapraja belum mengetahui siapa pelaku penyerangan itu. Namun beberapa warga menyebutkan bahwa penyerangan dengan model itu disebut Klithih!

Di tempat tak jauh dari kawasan korban Klithih itu, tak berapa lama kemudian muncul kobaran api membakar perkampungan padat penduduk. Orang-orang berlarian mencoba memadamkan api yang mulai kian membesar membakar pusat rumah tinggal para buruh panggul Pasar Gede. Kebakaran itu sulit dipadamkan oleh warga karena api terlanjur membesar, menjalar tertiup oleh angin, memakan habis rumah-rumah kayu di kawasan itu. Ibu-ibu dan para orang tua yang rumah mereka hangus dilalap api, menangis histeris di samping puing-puing yang telah ludes dimakan oleh api.

Sementara di sebuah pesta hajatan pernikahan warga di kampung dekat alun-alun dikabarkan bahwa belasan tamu undangan keracunan makanan. Sebagian mereka tewas oleh racun. Warga menjadi resah sebab beberapa kejadian serupa terjadi hampir bersamaan waktunya, dan terjadi di beberapa tempat lain di dalam Kotapraja. Sejumlah warga di warung-warung makanan di sepanjang jalur menuju Pasar Gede juga mendadak tewas oleh suatu racun. 

Hingga akhirnya kekacauan dan keresahan itu pun benar-benar meluas sampai ke beberapa tempat wilayah Kotapraja, Njaban Beteng dan daerah lain di Mangir. Aksi-aksi kriminal, penjambretan, begal, klithih, pembunuhan misterius, penculikan, pencurian, perampokan, serangan racun, penjarahan yang disertai pembakaran toko-toko dan gudang semakin sering terjadi dalam pola yang berulang. Akibatnya suasana di dalam Kotapraja mencekam. Penduduk tak berani keluar rumah. Tak ada orang yang mengira bahwa semua peristiwa itu memang telah dirancang dan direncanakan oleh Ki Pamungkas dan anak buahnya. Tujuannya adalah terciptanya rasa ketakutan dan tidak aman warga, sehingga keamanan Kotapraja rapuh dan kewibawaan pangreh praja Mangir goyah dimata rakyat. 

Keempat telik sandi Mataram itu benar-benar menjalankan misinya dengan sempurna, setelah dari beberapa titik lokasi kejadian teror itu tampak di angkasa kelebatan panah-panah api berwarna biru. Orang-orang Mataram yang menyusup ke Kotapraja itu telah melepaskan tanda api panah biru ke angkasa. Sementara di sudut lain di kota itu, sesekali melesat pula api panah merah ke angkasa. 

Anak panah api biru dan api merah itu terbang tinggi seperti kembang api menerangi kawasan yang sedang dilanda kekacauan dan teror itu. Tak seorang pun penduduk Kotapraja mengetahui darimana asal panah api biru dan api merah itu. Sebab mereka terlampau sibuk dengan urusan kekacauan yang sedang mereka alami. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline