Lihat ke Halaman Asli

D. Wibhyanto

TERVERIFIKASI

Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Sandhyakalaning Baruklinting-Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode#10)

Diperbarui: 28 April 2023   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover Image Episode #10, by: D.Wibhyanto / Dok.pri

Penarikan Tombak Pusaka Kyai Upas (#10)

Tiba-tiba tak lama kemudian, tampak di udara berkelebatan cahaya api berwarna biru meluncur ke angkasa. Cahaya api biru itu tampak seperti bentuk kembang api menyebar ke angkasa. Cahaya api itu berasal dari beberapa ujung anak panah yang dilepaskan ke udara oleh pasukan Bayangan Hitam anak buah Pulanggeni. Cahaya api berwarna biru itu adalah penanda bagi pasukan bahwa pekerjaan kelompok mereka telah usai sempurna dilaksanakan.

Pulanggeni menarik napas dalam-dalam. Wajahnya sumringah. Dia telah melihat dari kejauhan, bahwa kelebatan cahaya api berwarna biru itu beberapa kali melesat ke udara. Cahaya itu berasal dari beberapa titik pos di mana barisan dan kelompok pasukan khususnya itu berada.

Sementara dari tempat duduknya bersila, Baruklinting juga melihat kelebatan cahaya api berwarna biru itu. Dalam pada itu, dia paham itu suatu pertanda bahwa pekerjaan Pulanggeni bersama pasukannya telah selesai dikerjakan.

Maka sejeda kemudian, Baruklinting beranjak dari tempatnya bersila. Dia menuju ke suatu rumpun pohon pisang yang tak jauh letaknya dari tempatnya itu. Baruklinting mengambil selembar pelepah daun pisang dan menggelarnya ke tanah. Dia lalu duduk di selembar daun pisang itu.

Dalam suatu tarikan napas dalam, Baruklinting kemudian tampak terbang mengendarai selembar daun pisang itu. Dia melayang bagai naik permadani terbang seperti kisah dalam dongeng seribu satu malam yang diceritakan oleh para sepuh kepada anak-anak di desa. Kejadian itu berlangsung cepat dan sulit dicerna oleh nalar, tetapi hal itu nyata.

Baruklinting terbang mengendarai selembar daun pisang, menuju ke arah gua di mana Ki Ageng Wanabaya berada. Baruklinting ingin segera menemui bapanya itu untuk mengabarkan bahwa tugasnya ngideri dan menanam ratusan bilah tosan aji bertuah di Merapi telah usai dikerjakan.

Akan tetapi, sebelum dia sampai ke dekat gua tempat bapanya berada, Baruklinting terhenti oleh angin ribut dan hujan badai yang datang tiba-tiba. Baruklinting mendarat di suatu bulak. Kelak bulak itu disebut Wonolelo, dekat Sawangan.

Beberapa kilat dengan ujung cahayanya bercabang-cabang biru seperti membelah langit malam, tampak mendahului sebelum bunyi geludug yang keras turun menyentuh bumi.

Belum usai Baruklinting mendaratkan tubuhnya ke tanah, tiba-tiba segerombolan sosok dalam bayangan hitam mirip kerumunan kera tampak berlompatan di cabang-cabang pohon besar. Benar saja, itu kera dalam ukuran besar dan kecil, induk dan anakan kera. Mereka berlarian sambil bersuara seperti menjerit-jerit, berayun dan berlompatan dari pohon ke pohon, seperti ingin meninggalkan kawasan gunung itu dan bergerak menuju lembah.

Belum usai Baruklinting dilewati gerombolan kera itu, muncul lagi dari arah semak-semak serombongan celeng atau babi liar, menyeruak berlarian sambil menguik bunyinya. Rombongan celeng itu seperti penuh ketakutan, bergerak liar mencari tempat yang aman di kaki gunung.

Lalu burung-burung malam, seperti burung bulbul, codot dan kalong juga tampak beterbangan meninggalkan sarang di puncak Merapi, melewati Baruklinting dan pergi ke arah pemukian penduduk desa di lembah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline