Lihat ke Halaman Asli

D. Wibhyanto

TERVERIFIKASI

Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Sandhyakalaning Baruklinting - Tragedi Kisah Tersembunyi (Episode #4)

Diperbarui: 22 April 2023   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover Image episode #4 by D.Wibhyanto / Dok.pri 

Orang Kalap Kesurupan (#4) 

Salengker, Sepakung Lembah Gunung Telomoyo

            Gerakan ular itu membuat bumi sekitarnya bergemuruh. Tubuh raksasanya menerabas ke dalam lapisan permukaan tanah, membuldoser apasaja yang ada di hadapannya. Banyak pohon besar dan kecil bertumbangan, kemerosak bunyinya. Dan bebatuan berukuran besar pecah berantakan rata dengan tanah. Lapisan kulitnya yang sekeras besi baja membuat benda apa saja di hadapan ular itu seperti menyingkir dan tersibak dengan amat mudah.

Bekas jalur yang telah dilaluinya membentuk suatu cekungan alur sungai lebar yang meliuk liuk, mulai dari Kawasan Sumowono hingga turun ke arah lembah di Ambarawa. Kelak alur itu berubah sebagai jalur sungai yang dikenal sebagai sungai Kali Panjang, melewati Desa Kerep, Desa Panjang Lor dan membelah Ambarawa, seperti kukisahkan di awal cerita ini.

            Di dalam gulita malam, Baruklinting bergerak mencari bapanya. Atas suatu wisik gaib keris pusaka Bethok Budho yang menyatu dalam dirinya, dia berhenti di suatu tempat bernama Salengker di Sepakung lembah Gunung Telomoyo. Gerakan hatinya merasakan getaran bahwa di tempat itu ada seseorang yang sedang bertapa.     

Benar saja, tak jauh dari tempatnya merayap dan melingkar, seseorang tampak sedang bersila di atas sebuah batu besar di bawah sebuah pohon rindang yang sulur-sulurnya tampak menjulur sampai menyentuh tanah. Orang itu memakai pakaian kain serba putih melilit pada badannya seperti seorang resi atau biksu Budha. Baruklinting menyangka bahwa dia adalah bapanya. Dia lalu mendesis. Bunyinya keras seperti hembusan angin yang mengerisik pepohonan besar di tempat itu.

            "Szzzz.... Wahai pertapa, siapakah dirimu dan apakah tempatmu ini berada di Gunung Merapi?", tanya Baruklinting sambil mendesis mendekati pertapa yang sedang duduk bersila di sebuah batu besar tempat itu. Kepalanya yang besar dan lidahnya yang merah menjulur-julur keluar, mengejutkan si pertapa itu. Orang yang bersila itu membuka matanya, terkejut, dan meringsut tubuhnya ke belakang. Sesaat kemudian dia mengatur posisi duduknya dan menarik napas dalam.

            "Siapa kamu wujud yang nggegirisi, menyeramkan. Mengapa kamu mengusik tapa brataku", kata lelaki pertapa itu kemudian. "Tempat ini bukan Gunung Merapi, melainkan Sepakung -Telomoyo. Dan aku, orang menyebutku Ki Ismaya", ujar pertapa itu kemudian.

            "Szzz.... Maafkan aku mengejutkan dan mengusik tapa bratamu. Aku Baruklinting, putra Dewi Ariwulan di Desa Aran Jalegong. Aku ingin menemui bapaku pertapa di Merapi", kata Baruklinting. Baruklinting teringat pada pesan ibunya kala itu: "Bapamu adalah orang penting di suatu perdikan pantai Laut Selatan. Temuilah. dia sedang bertapa di Merapi". 

            "Kamu datang dari jauh. Kalau tidak salah konon Jalegong adalah tempat pasraman di mana Ki Hajar Salokantoro tinggal. Apakah kamu mengenalnya?", tanya lelaki itu. Baruklinting terkesiap. Dia mendesis dan menarik tubuhnya sedikit ke belakang. Dia heran ketika si pertapa itu menyebut nama orang yang sangat dikenalnya itu.

            "Szzz.Hmmm. Ki Hajar Salokantoro adalah orang yang kusebut orangtuaku sendiri. Dia guruku. Dia kerabat ibuku. Bagaimana panjenengan bisa mengenalnya?" tanya Baruklinting keheranan.

            Lalu sesaat kemudian pertapa bernama Ki Ismaya itu bercerita. Bahwa dirinya adalah kerabat jauh dari Ki Hajar Salokantoro. Mereka pernah bersama hidup di jaman akhir keruntuhan Majapahit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline