"Bukan soal percaya atau tidak percaya. Yang jelas tanda tangan itu ada maknanya. Makanya jangan ngawur. Entar kalau ngawur, tanggung sendiri akibatnya." jelas Prapto, yang dikenal sebagai orang pintar di desanya.
"Kamu boleh mengabaikan apa yang aku sampaikan. Tapi cobalah teliti dan awasi tanda tanganmu itu. Pernahkah kamu mengamatinya? Cobalah perhatikan sedikit saja. Lihat baik-baik. Ketegasan garisnya. Lengkungan coretan. Gradasi warna polpennya. Semuanya memiliki makna, yang ada kaitannya dengan suratan takdir.
Tahukah engkau? Bahwa sebenarnya Tuhan memberitahukan hambanya lewat garis tanda tanganmu sendiri. Tapi Aneh. Itu semua tidak kau sadari? " Jelas Prapto mantab sekali.
Bambang manggut-manggut. Mengiyakan penjelasan prapto.
Memang selama ini. Nasibnya selalu buruk. Jualan Es selalu rugi. Banting setir jual bakso, tidak ada yang beli. Jual sandal juga sama tidak laku. Pokoknya kalau dia mau usaha jualan selalu gagal. Terakhir jualan soto, digusur satpol PP. "Ataukah memang tanda tangan saya yang salah sehingga nasib saya selalu sial?" pikirnya kemudian.
Semenjak lulus dari bangku sekolah, dia sudah tidak memperhatikan lagi tanda tangannya. Tapi setelah curhat kepada Prapto. Lalu Prapto meminta Bambang tanda tangan di atas kertas putih. Dengan ilmu yang dimiliki Prapto, diambil kesimpulan bahwa Bambang punya nasib yang buruk.
"Ini harus dirubah, tanda tangan semacam inilah yang selalu membawa nasib sial," kata Prapto setelah lama mengamati tanda tangan tersebut.
***
Malamnya, Bambang konsultasi kepada istrinya.
"Bu, sekarang aku tahu kenapa nasib kita selalu sial? Kenapa setiap kali buka usaha, tidak pernah berhasil. Saya sudah tanyakan kepada orang pintar. Kesimpulannya, saya harus merubah tanda tangan. Karena itulah suratan takdir kita."
"Trus," kata istrinya.