Lihat ke Halaman Asli

Hati-hati Keliru antara Altruisme dan People Pleasing

Diperbarui: 19 Desember 2022   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Altruisme merupakan salah satu dari lima nilai profesionalisme keperawatan yang dapat diartikan sebagai kepedulian terhadap kesejahteraan dan kesehatan orang lain dengan menempatkan orang lain lebih dahulu sebelum diri kita sendiri. Jika dipahami secara mentah-mentah, istilah ini mungkin terdengar mirip dengan istilah people pleaser yang dapat diartikan sebagai orang yang selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain, walau harus mengesampingkan kebutuhan ataupun keperluan pribadinya.

Kemiripan antara people pleaser dan altruisme ini dapat digambarkan sebagai berikut, misal saat seseorang selalu berkata "ya" dan sulit untuk menolak ajakan orang lain, bahkan ketika ia sebenarnya tidak bisa melakukan hal tersebut. 

Awalnya mungkin seseorang ini merasa hal ini hanya sebatas "gak enakan" dan kadang mungkin berpikir kalau hal ini juga bagus karena berarti ia menerapkan nilai altruisme yang merupakan salah satu komponen nilai profesionalisme dalam keperawatan. 

Seiring berjalannya waktu, saat dirasa hal tersebut melelahkan dan membuat beberapa pekerjaannya menjadi terlantar, ia mungkin akan berpikir kembali, "apakah ini yang dinamakan altruisme? Ataukah ini hanya sebatas people pleaser behavior?".

Sebenarnya, terdapat beberapa perbedaan mendasar antara people pleaser dan altruisme itu sendiri karena altruisme sendiri menurut American Psychological Association (APA) Dictionary adalah perilaku tidak mementingkan diri sendiri yang dapat memberikan manfaat untuk orang lain, disertai dengan mengorbankan sesuatu dari dirinya sendiri. 

Sedangkan people pleaser, pada dasarnya ia memberikan bantuan kepada seseorang, mengorbankan sesuatu dengan harapan tertentu, baik agar diterima dalam pergaulan, mendapatkan validasi, menghindari konflik, ataupun menginginkan balasan dari orang yang ia bantu.

Menurut The Washington Post, satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan apakah kita benar-benar menerapkan altruisme atau hanya sekadar people pleasing adalah dengan bertanya kepada diri sendiri, apakah kita melakukan hal tersebut karena hal tersebut menggambarkan nilai kepedulian atau dermawan, ataukah kita melakukan hal tersebut karena ekspektasi orang lain?

Kita juga perlu berhati-hati ketika kita mulai merasa sulit untuk menolak atau untuk membangun batasan bagi orang lain, merasa bertanggung jawab atas emosi orang lain, atau ketika kita meminta maaf terlalu sering, padahal kita tidak sehabis berbuat kesalahan. Hati-hati karena hal-hal tersebut merupakan people pleaser behavior. Lain halnya dengan altruisme yang memang memberi/membantu seseorang secara sukarela tanpa adanya niatan tertentu.

Seorang people pleaser hatinya pasti tidak tenang sesaat atau setelah membantu orang lain. Hal ini karena ia memikirkan apakah ia akan mendapatkan balasan yang setimpal? Apakah dia sudah berhasil membuat orang yang dibantu merasa bahagia? Sedangkan, seseorang yang altruis akan merasa tenang dan bahagia setelah membantu orang lain karena ia memang senang melakukan hal tersebut, tidak ada sesuatu yang "memaksa" dia untuk membantu orang lain.

Dunia keperawatan dalam praktiknya sangat mengedepankan altruisme. Seorang perawat yang profesional pasti akan membantu dan mendampingi kliennya dengan tulus tanpa memiliki intensi khusus di baliknya. Hal ini mencerminkan bahwa altruisme berlaku dalam keperawatan, tetapi tidak dengan people pleasing.

REFERENSI

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline