Lihat ke Halaman Asli

Mona Lisa dan Vandalisme: Haruskah Aksi Merusak Karya Fenomenal?

Diperbarui: 8 Juni 2022   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Museum Louvre Perancis kembali gempar pada Minggu, 29 Mei 2022 waktu setempat. Lukisan terkenal Mona Lisa karya Leonardo da Vinci dilumuri frosting cream oleh seorang pria yang berpura-pura menjadi wanita. 

Sebelum melumuri lukisan fenomenal itu dengan krim, pria dengan rambut palsu mendekati lukisan dengan kursi roda. 

Museum Louvre menerapkan prosedur untuk orang-orang dengan mobilitas rendah, memungkinkan mereka untuk mengagumi karya seni ini. Untungnya, lukisan Mona Lisa tidak mengalami kerusakan karena dilindungi oleh kaca pelindung. 

Sembari dibawa ke luar oleh petugas, pria tersebut berkata dalam bahasa Perancis, “Pikirkan tentang Bumi! Ada orang yang menghancurkan Bumi! Pikirkan tentang itu. Seniman memberitahu Anda: pikirkan tentang Bumi. Itu sebabnya saya melakukan ini.” Pengunjuk rasa juga membawa mawar bersamanya dan kelopak mawar terlihat berserakan di lantai museum.

Lalu, masyarakat setempat dan dunia yang menyaksikan bertanya. Apakah yang dilakukan aktivis lingkungan itu termasuk dalam vandalisme? Menurut Miller dan Coleman, vandalisme pada umumnya merupakan suatu tindakan penghancuran, cedera, atau perusakan properti yang disengaja (Miller, 1973 & Coleman, 1985). 

Menurut Los Angeles Criminal Defense Attorney, vandalisme dibedakan menjadi 3 elemen utama. Ownership dengan artian properti tersebut merupakan kepemilikan orang lain. Damage yang berarti terdapat kerusakan pada property. Terakhir, intention atau aksi yang dilakukan merupakan kesengajaan dan memiliki tujuan tertentu. 

Walaupun dilindungi oleh kaca pelindung, kejadian di Louvre tetap memiliki tiga elemen tersebut sehingga aksi yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai vandalisme.

Selain Mona Lisa, terdapat kasus vandalisme lain yang dilakukan oleh aktivis saat melakukan protes. Salah satunya ialah perusakan kaca di London Headquarter oleh aktivis dengan persoalan perubahan iklim. 

Berdasarkan kasus yang ada, masyarakat telah bernarasi bahwa protes dan vandalisme merupakan satu kesatuan. Maka, analisis yang harus dijelaskan ialah alasan adanya vandalisme dan aktor yang bergerak saat protes.

Sederhana, api utama yang menyebabkan adanya vandalisme saat protes ialah rasa ketidakpuasan yang tinggi oleh orang-orang tersebut kepada orang lain dengan power bargaining lebih tinggi. 

Contohnya ialah protes terhadap perundangan-undangan atau kasus George Floyd yang sempat marak terjadi. Berdasarkan kasus tersebut, analisis lain dapat dikemukakan, yaitu rasa sepenanggungan. Insiden seperti kematian Floyd dapat "menjadi momen pemicu karena melambangkan pengalaman yang lebih luas, di antara jumlah orang yang jauh lebih besar, tentang hubungan antara polisi dan komunitas kulit hitam," kata Prof Clifford Stott, seorang ahli dalam perilaku kerumunan dan pemolisian ketertiban umum di Universitas Keele. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline