Lihat ke Halaman Asli

Ironi Kakek Buta yang Memperjuangkan Haknya

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara demokrasi yang mengharuskan adanya peran serta warganya secara nyata. Peran serta yang harus diberikan jalan serta kemudahan oleh pemerintah. Tidak ada alasan apapun untuk mempersulit bahkan membungkam aksi ikut serta warga masyarakat dalam urusan kenegaraan. Apabila terjadi keadaan saling terbuka dan menghargai, maka tidak ada warga yang melakukan keonaran tanpa alasan yang logis.

Kenyataan atau realita saat ini seakan sedang terjadi peperangan antara pemerintahan dengan warganya sendiri. Kadangkala, pemerintah lebih berat terhadap para “pemegang ekonomi” atau “pemegang kekuasaan” dari pada kepada warganya. Mungkin aturan yang tertera sudah begitu indah didengar dan dirasakan. Lagi-lagi masalah implementasi padakeadaan sebenarnya sangat jauh dari harapan. Setiap sektor dalam pemerintahan seakan belum bersatu dalam hal urusan ketatanegaraan. Hal itu dapat dilihat adanya “peperangansaudara” yang terjadi dalam internal negara.

Warga yang pada awalnya sangat mengelu-elukan pemerintah beserta undang-undangnya, kali ini agak menarik simpati. Hak yang seharusnya diterima warga, malah hilang akibat kecondongan terhadap oknum-oknum tertentu yang mementingkan kepentingan pribadi. Hal ini membuat geram warga yang merasa hanya menjadi penonton dalam negara ini.

Ada sebuah kejadian yang bisa membuka hati kita lebih dalam akan kecondongan dari pemerintah terhadap salah satu oknum demi kepentingan pribadi.Kejadianya dialami oleh warga Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Yosorejo, Kota Pekalongan, Jawa Tengah.Beni Suwarso (58) merupakan warga tersebut, beliau merupakan kakek yang menderita masalah penglihatan disertai masalah pendengaran. Beni terlibat kasus tuduhan penggelapan uangRP 1,8 juta milik perusahaanya yang dia bekerja di sana dahulu, sehingga sidang di Pengadilan Negeri Pekalongan pun harus dilakukanya.

Beni adalah salah seorang mantan pekerja di perusahaan bus PO Coyo, selama 19 tahun. Dalam jangka waktu bekerja selama itu, PHK dilaluinya tanpa diberi pesangon serta lebih parah lagi justru dipidanakan dengan dituduh menggelapkan pengelapan uang setoran. Penggelapan uang tersebut sebenanrnya tidak benar adanya, karena uang tersebut sudah disetorkan ke perusahaan bahkan ada bukti pembayaranya juga. Hal tersebut senada yang diutarakan Beni yang dikutip dari berita di Sindo TV, "Saya bekerja sudah 19 tahun di perusahaan bus Coyo dan di PHK dengan alasan tidak jelas, bahkan saya tidak mendapat pesangon. Mengenai dana yang dilaporkan telah digelapkan itu tidak benar karena sudah saya bayarkan dan ada tanda buktinya," ujar Beni di persidangan Kamis (14/11/2013).

Beni menuturkan bahwa alasan dibalik tuduhan akan dirinya adalah karena dia mengajukan gugatan ke Peradilan Hubungan Industrial (PHI). Dia memenangkan gugatan sebesar Rp53 juta sebagai pesangon. Namun, dari pihak perusahaan sendiri tidak menyetujui hal tersebut. Menurut dia itulah modus di balik terseretnya dia dalam kasus penggelapanan uang tersebut.

Akan lebih baik jika pihak kepolisian lebih mempertimbangkan mengadakan sidang untuk dirinya. Menggingat Beni mengalami tuna netra dan tuna rungu yang sangat tidak etis mempersalahkan dia begitu saja. Ditambah lagi kisaran uang yang dituduhkan kepadanya relatif kecil adanya. Seharusnya pembicaraan internal perusahaan dengan Beni akan lebih baik antara keduanya. Lagi-lagi pemerintah haruslah dapat bersikap bijaksana, jangan sampai condong kepada “para pemilik modal” dan mengorbankan warga yang “tidak berdosa”.

Orang-orang seperti Beni harusnya mendapatkan perlakuan istimewa dari semua pihak, tidak terkecuali pemerintah. Perusahaan pun haruslah diberi peringatan yang keras kalau terbukti hal itu hanyalah tuduhan yang dilakukan untuk menutupi internal perusahaan. Beni yang sudah jelas memberikan bukti yang nyata jangan sampai dipersulit bahkan dikalahkan hanya karena berhadapan dengan orang-orang yang mempunyai pengaruh apalagi saat bersalah. Marilah kita bersama-sama membuka hati dan mata kita lebar-lebar agar tidak ada lagi warga yang terkorbankan akibat hilangnya objektifitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline