“Selamat menempuh hidup baru!” itulah kalimat yang sering diucapkan kepada orang-orang yang tengah melangsungkan pernikahan. Ungkapan “hidup baru” bisa memiliki interpretasi yang luas, termasuk hidup dengan ekspektasi-ekspektasi baru dari masyarakat sekitar terhadap pasangan tersebut.
Manakala kita tinggal di Indonesia, negara yang masyarakatnya masih sangat kental memegang nilai-nilai konservatif tentang keluarga, pasangan yang baru saja menikah akan sering mendengar pertanyaan-pertanyaan terkait kapan memiliki momongan, sudah “isi” atau belum, serta berbagai pertanyaan sejenis lainnya dari orang-orang sekitar. Menikah dan segera memiliki keturunan dianggap sebagai bentuk pernikahan yang ideal. Itulah salah satu bentuk ekspektasi dari masyarakat bagi pasangan yang sudah menikah.
Telah terbentuk sebuah konstruksi di masyarakat bahwa memiliki anak merupakan cara untuk meningkatkan kebahagiaan serta kepuasan dalam hidup. Masyarakat menilai kehadiran anak mampu meningkatkan ekonomi keluarga karena setiap anak lahir dengan membawa rezeki, serta mendatangkan pengakuan yang positif secara sosial dari masyarakat.
Hadirnya seorang anak dalam pernikahan juga terkait dengan bagaimana masyarakat memandang nilai dari seorang perempuan. Perempuan baru akan dikatakan sebagai sosok yang sempurna saat ia telah menjadi seorang ibu.
Keputusan Menunda Kehamilan
Meskipun tekanan masyarakat begitu besar bagi suami istri yang baru saja menikah untuk segera menjalankan program untuk memperoleh keturunan, sebagian pasangan memiliki berbagai pertimbangan untuk tidak menjadikan kehadiran seorang anak sebagai prioritas utama di masa-masa awal pernikahan mereka. Mereka memilih untuk menunda memiliki seorang anak dengan menjalankan upaya-upaya yang mampu mencegah terjadinya kehamilan baik secara diam-diam, maupun secara terang-terangan menyampaikannya ke keluarga besar.
Pasangan yang memilih untuk melakukannya secara diam-diam biasanya dilandasi oleh rasa enggan untuk menghadapi kritik dan konfrontasi dari orang-orang sekitar, terutama keluarga besar, yang tidak setuju akan keputusan pasangan tersebut untuk menunda kehamilan. Keputusan untuk menunda kehamilan sering dianggap sebagai bentuk sikap menolak rezeki dari Tuhan, dan masih banyak yang meyakini mitos bahwa menunda kehamilan akan menyebabkan sulit hamil di kemudian hari. Selain itu, pandangan negatif masyarakat tentang penundaan kehamilan juga akibat adanya kekhawatiran bahwa semakin tua usia perempuan, kehamilannya akan semakin berisiko.
Setiap pasangan mempunyai alasan masing-masing untuk menunda kehamilan. Beberapa di antaranya adalah terkait dengan kesiapan finansial, karir dan pendidikan, kondisi kesehatan, serta ingin terlebih dahulu menciptakan stabilitas hubungan. Selain itu, situasi sosial dan lingkungan, serta krisis kesehatan global seperti pandemi, turut mempengaruhi keputusan pasangan untuk menunda memiliki anak.
Pentingnya Perencanaan Kehamilan
Hamil dan melahirkan idealnya merupakan hasil dari keputusan yang dipilih secara sadar oleh pasangan suami istri setelah mempertimbangkan berbagai hal yang menyangkut risiko dari terjadinya kehamilan dan kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga.
Dengan kata lain, kehamilan yang baik adalah kehamilan yang direncanakan dan dipersiapkan dengan matang. Kehamilan bukanlah hal yang mudah untuk dijalani oleh pasangan suami istri. Kehamilan yang tidak direncanakan dengan baik berpotensi untuk menghadirkan dampak yang buruk bagi ibu dan bayinya.