Lihat ke Halaman Asli

Aqidatul Izzah

Mahasiswi SARANG REMBANG

Partisipasi Masyarakat dalam Penanggulangan Kasus Bullying di Sekolah: Studi Kasus di Singosari

Diperbarui: 7 Juli 2024   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus bullying telah menjadi isu global di berbagai negara yang ada di dunia. Makna kata bullying tidak cukup dengan digambarkan pada intimidasi, karena bullying saat ini sudah banyak menggunakan unsur kekerasan. Bullying merupakan fenomena yang dilakukan kepada orang lain secara sengaja dan berulang yang berupa kelakuan kurang menyenangkan. Bullying semakin marak terjadi di sekolah atau kehidupan bermasyarakat di tingkat Nasional bahkan Internasional. Padahal sekolah merupakan tempat untuk membangun fondasi masa depan siswa serta tempat untuk bersosial atau berinteraksi kepada banyak orang agar mereka mendapatkan teman untuk bertukar pikiran dan tempat cerita. Melalui pembelajaran siswa dapat membentuk identitas mereka serta keterampilan dan pengetahuan untuk mencapai tujuan masa depannya kelak dan sekolah dapat dipastikan bisa menyediakan siswa dengan lingkungan yang aman dan mendukung.

Namun, berbeda dengan definisi sekolah yang telah disebutkan. Faktanya, masih banyak kasus-kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, yaitu pertukaran antar pelajar, perundungan dalam kelas. Seperti kasus yang terjadi di Amerika Serikat, remaja berumur 16 Tahun yang mengakhiri hidupnya karena mendapatkan perlakuan bullying di media sosial. Sama seperti Indonesia, kasus bullying pernah terjadi khususnya di jenjang sekolah. Di daerah Bandung, Jawa Barat baru-baru ini terjadi kasus pembullyan di Sekolah Menengah Pertama. Seorang pelajar yang mendapatkan aksi bullying oleh teman sekelasnya hingga ia pingsan tak sadarkan diri dan dibawa ke rumah sakit. Tidak hanya Jawa Barat, Jawa timur juga terjadi tepatnya daerah Singosari di sekolah menengah pertama yang mana seorang pelajar yang pendiam dan pintar telah dirundung oleh beberapa teman sekelasnya karena Ia tidak memberi contekan kepada temannya yang meminta contekan. Akhirnya, teman yang meminta contekan jengkel sampai merundungnya hingga menyebabkan pelajar tersebut dirawat di rumah sakit dan keluar dari sekolahnya.

Ada beberapa faktor yang menjadi terdorongnya bullying, seperti faktor lingkungan yang mana lingkungan tersebut kurangnya pengawasan dan perhatian orang dewasa karena kurangnya pengawasan dari orang dewasa bisa meningkatkan kemungkinan bullying. Faktor keluarga dapat memengaruhi banyak terhadap bullying pada anak apabila anak tersebut tidak memeroleh kepedulian orang tua dan kurangnya kontrol orang tua. Faktor individu menjadi risiko pembullyan apabila anak tersebut tidak memiliki kepercayaan diri untuk bergaul dengan temannya. Faktor sosial budaya memicu bullying karena beberapa budaya tertentu menganggap perundungan sebagai kejadian yang normal, bahkan dianggap sebagai bagian dari proses pendewasaan.

Melihat fenomena ini yang masih terjadi bullying, akhirnya pihak sekolah menindaklanjuti agar kasus ini berkurang dan tidak menjadi kebiasaan siswa membully temannya ataupun guru membully siswanya. Tindaklanjutnya dengan mengadakan bimbingan konseling atau mengadakan seminar di sekolah kepada seluruh siswa dan siswi agar mereka mengetahui bahwa bahayanya perundungan bisa sampai berakibat fatal. Ketika bullying berdampak pada kesehatan mental anak. Meskipun demikian, program yang diadakan di sekolah belum menjadi sebuah gebrakan besar untuk memperbaiki masalah ini. Lalu bagaimana cara menghadapi agar para pelajar saat ini tidak melakukan perundungan terhadap teman sekelasnya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis mencoba menganalisis problem tersebut yang ada di Singosari menggunakan teori partisipasi masyarakat yang diharapkan dapat menemukan celah jalan keluar dari permasalahan kasus bullying di sekolah menengah pertama yang berada di daerah Singosari.

Tindakan bullying dapat berkurang dibutuhkan adanya partisipasi, karena merupakan kewenangan bersama yang membutuhkan kerjasama. Dalam bukunya Suaib yang berjudul Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat mengatakan bahwa partisipasi menurut tokoh Bhattaacharja merupakan proses dimana yang terlibat aktif baik secara individu maupun bersama diharapkan dapat mendorong warga dan masyarakat untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, kebijakan, perencanaan yang menyangkut kepentingan individu maupun bersama. Dalam konteks tulisan ini yang membahas kasus pembullyan di sekolah menengah pertama di daerah Singosari, bentuk partisipasi yang dilakukan di sekolah yaitu pelaksanaan program yang dapat mengurangi kasus tersebut dengan dihadiri oleh masyarakat sekolah baik guru maupun siswa-siswi. Para siswa dapat menyuarakan haknya agar tidak menjadi korban pembullyan serta meminta diadakan bimbingan maupun seminar untuk tercegahnya pembullyan yang ada di sekolah. Selain adanya bimbingan dan seminar mengenai pencegahan pembullyan, pengawasan dan perlindungan orang dewasa baik guru, orang tua maupun polisi juga dirasa sangat diperlukan agar perundungan dapat dimusnahkan meskipun secara perlahan. Tentu hal ini dirasa dapat mengembalikan semangat siswa untuk belajar demi tujuan masa depannya. Adapun cara mengembalikan semangat siswa untuk belajar terutama siswa yang menjadi korban pembullyan, dapat dilakukan dengan cara mengajaknya agar berinteraksi kepada teman sekelasnya. Apabila ada teman yang ingin mencontek lagi setidaknya Ia tidak memberi contekan tetapi mengajarinya apa yang siswa tersebut tidak tahu tentang materinya sehingga menyebabkan siswa tersebut menanyai contekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline