Sebuah monumen kecil berdiri di pekarangan rumah warga Jalan Selorejo B, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang bertuliskan nama dua pejuang yang gugur.
Nama yang tertulis adalah Warsito dan Samino. Mereka berdua merupakan anggota dari Pemoeda Angkatan Samoedra Oembaran (PAS "O") Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).
Menurut Dinas Penerangan Angkatan Laut (Dispenal) dalam PAS "O" Pemoeda Angkatan Samoedra Oembaran: Perjuangan Pasukan ALRI pada Masa Perang Kemerdekaan RI 1945-1949 (2014:159), pada awal Bulan Mei 1949, diadakan pertemuan anggota PAS "O" di Jalan Tampomas nomor 9 Kota Malang.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Soetondo Rahardjo, Manan, Sujudi dan Warsito. Dalam pertemuan itu dibahas strategi untuk mengambil alat komunikasi yang terdapat di Pos Belanda.
Dari pertemuan yang sudah dilakukan, mereka bersepakat bahwa yang akan melaksanakan pengambilan di Pos Belanda yaitu Letnan Samino dan Warsito, sedangkan Letnan Manan, Soetondo dan Sujudi akan menjadi pengintai di jalan yang akan dilewati.
Sesuai dengan rancana yang telah ditetapkan, pukul 11.00 Warsito dan Samino berangkat dari Gang VI Lowokwaru. Mereka berdua mengendarai sepeda dengan membawa senjata sten-gun yang dimasukkan ke dalam tempat biola. Tetapi nahas, mereka berdua berpapasan dengan patroli Belanda saat melewati Gang VI yang menuju Jl. Sarangan.
Kedua prajurit PAS "O" tersebut digeledah dan setelah selesai, mereka dieksekusi mati. Tentara Belanda menyita sten-gun dan sebuah kartu identitas atas nama Moeljadji yang beralamat di Jl. Tampomas nomor 9.
12 orang tentara Belanda segera mendatangi alamat yang tertera di kartu pelajar sitaan. Begitu sampai di Jl. Tampomas nomor 9, mereka segera mengepung rumah tersebut, sementara sebagaian pasukan mendobrak secara paksa masuk ke dalam rumah.
Pasukan Belanda kemudian segera menginterogasi Soetondo dengan hasil keterangan bahwa Moeljadji pernah kehilangan kartu identitasnya yang mungkin dipakai orang lain.
"Dua orang yang ditembak tersebut tidak dikenal, Moeljadji yang merupakan adiknya Soetondo masih hidup dan masih di sekolahan. Namun pihak Belanda rupanya masih meragukan keterangan Soetondo mengenai nama Moeljadji", tulis Dispenal (2014:161).
Pihak Belanda menganggap bahwa Letnan Samino adalah Moeljadji sesuai dengan kartu identitas yang ditemukan di saku Samino. Baru setelah Moeljadji datang menunjukkan kartu identitasnya, pasukan Belanda merasa yakin bahwa Letnan Samino bukan Moeljadji. Dengan gugurnya Warsito dan Samino, rencana pengambilan alat komunikasi di pos Belanda urung dilakukan.