Lihat ke Halaman Asli

Kenali Generasi Nahdlatul Ulama untuk Kehidupan yang Lebih Berwarna dengan Moderasi Beragama

Diperbarui: 18 Juli 2022   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

M. Taufiq Khairi, Pengajian Umum.

Magelang - Kelompok 34 KKN MMK UIN Walisongo Semarang bersama MWC NU (Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama) Candimulyo Gelar Selapanan Ahad Pahing dengan tema "Kenali Generasi Nahdlatul Ulama untuk kehidupan lebih berwarna dengan Moderasi Beragama" pada Hari Minggu, 16 Juli 2022.

Kyai Bunyamin selaku Suriah MWC NU Candimulyo menyampaikan bahwa Moderasi Beragama di Candimulyo masih cenderung lemah dan kurang. Maka dari itu, MWC NU Candimulyo mengadakan rutinan Selapanan setiap Ahad Pahing dengan berbagai tujuan, antara lain : sebagai penguat solidaritas sekaligus ajang kaderisasi pengurus NU mulai dari IPNU, IPPNU, Fatayat, Banom, Ansor, dan Muslimat. Selain itu, juga sebagai sarana menumbuhkan rasa toleransi antar pengurus, anggota NU, dan keberagaman yang ada di Indonesia pada umumnya dan Cabang Candimulyo pada khususnya.

Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang bertujuan melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara, - Tegas Kyai Bunyamin.

Moderasi beragama dalam konteks ini berbeda pengertian dengan moderasi beragama pada umumnya. Agama tentu tidak dapat dimoderasikan karena sudah menjadi ketetapan dari Tuhan. Akan tetapi, bentuk dan implementasi moderasi dalam konteks ini berupa cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang kita peluk sesuai dengan kondisi dan situasi sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama.

 Orang dengan pemahaman agama yang baik akan bersikap ramah kepada orang lain, terlebih dalam menyikapi perbedaan. Salah satu contohnya adalah apa yang tergambarkan pada sikap yang saling menghargai antar sesama masyarakat kecamatan Candimulyo mengenai adanya perbedaan waktu pada Hari Raya Idul Adha, yaitu tanggal 9 atau 10 Dzulhijjah, hendaknya tidak perlu dijadikan sebagai hal yang diperdebatkan sehingga dapat menimbulkan perpecahan, terutama dalam lingkup antar organisasi. Hal ini dikarenakan pada tiap pendapatnya memiliki dalil penguat masing-masing. Dengan demikian,Singkatnya, Moderasi beragama bukan mencampuradukkan ajaran agama, melainkan menghargai keberagaman ajaran dari masing-masing agama yang terdapat di Indonesia.

Hal tersebut sesuai dengan Misi KKN MMK UIN Walisongo Semarang dalam rangka mengkampanyekan Program Moderasi Beragama.

Prof. Imam Taufik selaku Rektor UIN Walisongo Semarang  menyampaikan bahwa Moderasi Beragama yang dikampanyekan banyak pihak, hendaknya dijadikan kebutuhan bersama. Moderasi beragama tidak hanya sebatas program pemerintah semata, melainkan juga menjadi program bersama masyarakat untuk membentuk karakter keislaman yang lebih santun.

Sebagaimana ujaran yang disampaikan oleh Sunan Kalijaga, "Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman." (Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut, jangan mudah manja). Berdasarkan ujaran tersebut, salah satu poin yang harus digarisbawahi adalah jadilah pribadi fleksibel, mawas diri dalam bermasyarakat sehingga bisa menjadi pribadj yang  bijaksana dalam menyikapi berbagai keberagaman yang ada di masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline