PENDAHULUAN
Papua merupakan salah satu provinsi yang terletak di Indonesia dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun, Papua memiliki predikat yang tinggi sebagai daerah yang sering terjadi konflik. Berbagai konflik ini kerap kali terjadi pada beberapa wilayah yang melibatkan dua atau lebih etnis tertentu di masyarakat. Salah satu konflik yang terjadi yaitu tindakan rasisme yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dan oknum terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Tindakan Rasisme dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat. Rasisme adalah suatu paham dari satu ras yang memiliki rasa paling tinggi terhadap ras lainnya. Fenomena ini terjadi karena adanya suatu penolakan terhadap suatu golongan tertentu berdasarkan warna kulit, suku, dan ras. Perbedaan perilaku dan moralitas menjadikan beberapa ras tertentu lebih unggul dibandingkan ras lainnya. Sikap intoleran dan sikap etnosentrisme dapat menyebabkan rasisme terjadi. Hal ini telah menjadi masalah yang serius di kehidupan masyarakat Indonesia terutama yang sering terjadi pada orang Papua.
Masyarakat Papua menjadi korban diskriminasi rasial di negaranya sendiri. Pemikiran rasisme dapat membuat seseorang memiliki prasangka buruk yang berdampak negatif terhadap ras yang terdiskriminasi. Perlakuan buruk, kesenjangan, melenggangnya impunitas hingga terjadinya konflik bisa terjadi karena adanya rasialisme. Negara yang lalai dan tidak menganggap serius perihal rasisme dapat mengakibatkan masyarakatnya sendiri tak bisa mengidentifikasi dan memperbaiki mengenai apa itu rasisme dan bagaimana cara mencegah rasisme terjadi.
Hal ini terjadi di Indonesia pada Agustus 2019, terjadinya pengepungan asrama Papua yang terletak di Surabaya. Massa sekitar meneriaki mahasiswa Papua dengan kata binatang seperti monyet, gorila, dan anjing. Insiden ini membuat orang Papua turun ke jalan untuk memprotes atas hal yang terjadi. Kasus ini bermula karena adanya isu perusakan bendera merah putih yang ditemukan di sekitar Asrama Mahasiswa Papua. Ironisnya, justru beberapa peserta aksi tersebut ditangkap atas tuduhan makar.
Dalam konteks sepak bola, ejekan bernada rasial terjadi di media sosial terhadap pemain PSM Makassar asal Papua, Patrich Wanggai. Pertandingan berakhir dengan kemenangan PSM 2-0, salah satunya gol dicetak oleh sepakan Patrich Wanggai. Perkataan rasis berupa kata "monyet", "hitam goblok", dan "anjing hitam" tumpah di instragram pribadi pemain tersebut. Tindakan tersebut tidak dapat diterima oleh akal sehat juga merendahkan martabat kita semua.
Saya melihat aksi rasis terhadap orang Papua sudah tertanam dalam diri sejak dini. Melalui tayangan televisi, terdapat beberapa tayangan yang merujuk pada sikap rasisme pada warga Papua. Pentingnya untuk menanamkan hidup dalam perbedaan agama, ras, suku, dan hal lainnya yang harus ditanamkan sejak dini. Salah satu hak konstitusional setiap orang yaitu bebas dari diskriminasi. Upaya penegakan hukum dan peningkatan kesadaran terhadap rasisme perlu dilakukan karena untuk menghormati harkat dan martabat manusia.
PEMBAHASAN
Rasisme memandang mereka bukan manusia, tetapi sebagai objek sasaran yang dapat diperlakukan dengan semena-mena. Rasialisme dapat terjadi di lingkungan sekolah, tempat kerja, hingga intimidasi yang dilakukan oleh aparat keamanan yang seharusnya mempunyai tugas untuk mengayomi masyarakat. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari banyak suku, agama, budaya, serta bahasa daerah yang berbeda. Dengan adanya kemajemukan ini sudah seharusnya bersikap toleran terhadap berbagai macam perbedaan. Namun, akhir akhir ini banyak terjadi peristiwa intoleran mengenai ras di Indonesia.
Konflik antar mahasiswa Papua dengan masyarakat lokal di Surabaya terkait rasisme dalam konflik Papua Surabaya terjadi pada 19 - 30 Agustus 2019. Latar belakang terjadinya konflik didasarkan dengan adanya pengepungan dan penangkapan penghuni asrama terkait kesalahpahaman aparat dan ormas setempat terhadap penghuni asrama Asrama Mahasiswa Papua (AMP). Dugaan tersebut terjadi karena rusaknya tiang bendera merah putih milik Pemkot Surabaya yang terletak tepat di depan Asrama (AMP) tersebut. Aparat dan Masyarakat sekitar melontarkan kata "monyet", "babi", "anjing", dan "binatang" pada Mahasiswa Papua yang berarti kata tersebut merupakan majas metafora yang menganggap manusia sebagai binatang. Perlakuan rasisme yang menimpa mahasiwa Papua di Surabaya memicu kekecewaan berbagai stakeholder terhadap aparat pemerintah. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa pemerintah gagal dalam melindungi hak konstitusional warganya.
Tentu rasisme ini terjadi karena ada sebab akibatnya. Rasisme bisa terjadi dikarenakan adanya doktrin atau ajaran dalam kelompok tertentu dalam menentukan ras yang lebih dominan dibandingkan ras lainnya. Adanya kebijakan dan aturan tertentu yang menguntungkan kelompok tertentu saja serta paham masyarakat yang berstereotip buruk terhadap ras dan golongan tertentu pun bisa dikatakan mengapa rasisme bisa terjadi. Tentu hal ini bisa diatasi dengan adanya sikap toleransi dengan menghilangkan sikap etnosentrisme.