Lihat ke Halaman Asli

Apri Yeni

You never know what you can accomplish until you try.

Ulasan Buku "Pasukan Buzzer" Karya Chang Kang-Myoung

Diperbarui: 30 November 2021   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Perjalanan sebuah buku untuk sampai ke tangan setiap pembacanya pasti punya cerita masing-masing. Buku "Pasukan Buzzer" karya Chang Kang-Myoung, yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, juga punya cerita tersendiri sampai kepada saya. 

Berawal dari sebuah email yang dikirimkan oleh Gramedia, berisi tantangan menjadi pengulas buku, saya membeli buku ini. Beberapa orang membaca baru menulis ulasan, sementara saya mengalami hal sebaliknya.  

Selama beberapa waktu menunggu, saya merenungkan informasi apa yang sudah saya miliki sehubungan dengan isu pasukan buzzer, yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan pendengung. Bisa dibilang kata ini asing dan tak asing bagi saya. 

Saya mungkin asing dalam pengalaman karena rasanya tidak pernah secara langsung berinteraksi dengan pendengung. Namun secara pengetahuan rasanya tidak kosong-kosong amat. 

Dua buku yang ditulis oleh Agus Sudibyo yang berjudul Jagat Digital dan Tarung Digital, membuat kesadaran saya akan fenomena ini pun muncul.

Sudibyo dalam Jagat Digital menyinggung bagaimana negara adidaya seperti Amerika ternyata juga pernah berurusan dengan para pendengung, tepatnya pada pemilihan presiden 2016 lalu.

Intervensi pasukan buzzer diyakini memberikan pengaruh terhadap kemenangan Donald Trump dari partai Republik dan terdelegitimasinya Hillary Clinton yang diusung partai Demokrat. 

Dalam buku kedua yang berjudul Tarung Digital, Sudibyo secara lebih mendalam menjabarkan bagaimana propaganda komputasional telah menjadi fenomena global. 

Ia mengatakan bahwa propaganda yang membenarkan muslihat, manipulasi, dan penyebaran kebencian itu telah terjadi di berbagai negara, seperti Amerika, Uni Eropa, Kanada, Perancis, Spanyol, Ukraina, India, dan banyak negara lainnya tidak terkecuali Indonesia. Dua buku ini semakin memotivasi saya membaca karya Chang Kang-Myoung.

Di awal saya kira buku ini tidak berbeda dengan buku karya Sudibyo, dalam arti genre buku ini mungkin non-fiksi. Tanpa diduga, buku ini ternyata adalah karya fiksi. 

Sempat muncul keraguan apakah sebuah karya fiksi mampu memberikan sumbangsih bagi isu ini. Bagaimanapun saya telah berekspektasi akan dikenyangkan dengan teori-teori baru atau analisis yang lebih menyegarkan karena buku itu ditulis dalam konteks negara-bangsa Korea. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline