Seperti yang kita ketahui, Laut Cina Selatan berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Wilayah perairan ini dianggap sebagai lokasi strategis dikarenakan Laut Cina Selatan merupakan laut tepi Samudera Pasifik yang mencakup sektor wilayah dengan luas sekitar 3.500.000 km², membentang dari barat daya ke timur laut, dari Singapura hingga Selat Taiwan. Bahkan, berbatasan dengan beberapa negara, seperti Tiongkok, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Vietnam.
Di kawasan ini terdapat sekitar 200 pulau dan karang, yang sebagian besar membentuk gugusan Kepulauan Spratly yang tersebar di wilayah seluas 810x900 km. Sejak tahun 1947, telah terjadi sengketa di kawasan ini ketika Tiongkok mengklaim sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan dengan alasan bahwa gugusan pulau tersebut telah menjadi wilayah Tiongkok sejak Dinasti Han (206-220 SM). Namun, klaim ini ditentang oleh beberapa negara, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.
Konflik Laut Cina Selatan merupakan salah satu isu yang memengaruhi hubungan bilateral antara Vietnam dan Tiongkok. Konflik ini terkait dengan klaim wilayah yang saling tumpang tindih di Laut Cina Selatan. Pada awal tahun 2011, sebenarnya Vietnam dan Tiongkok telah mengadakan pertemuan bilateral untuk membahas sengketa di Laut Cina Selatan.
Namun, sayangnya hal tersebut malah semakin memperkeruh keadaan, dimana Tiongkok semakin meningkatkan jumlah kapal dan aktivitas penangkapan ikan di perairan Vietnam yang tentunya merugikan Vietnam. Selain itu, juga terjadi insiden seperti Tiongkok yang memotong kabel di lokasi eksplorasi minyak dan gas Vietnam tentu semakin memperkeruh keadaan. Akibatnya, Vietnam memutuskan untuk memperkuat kekuatan militernya di Laut Timur.
Dampak konflik ini dapat dirasakan pada berbagai aspek, termasuk politik, ekonomi, dan keamanan. Pada awal 2021, hubungan antara Vietnam dan Tiongkok menjadi semakin tegang. Tiongkok menurunkan kapal penjaga pantai ke wilayah perairan yang di klaim oleh Vietnam, dimana hal tersebut mengakibatkan ketegangan antara kedua negara semakin meningkat.
Tiongkok juga melakukan pembangunan pulau buatan di wilayah perairan yang di klaim oleh Vietnam dan negara lainnya. Hal ini tentunya memicu konflik dan ketegangan di kawasan Laut Cina Selatan.
Secara politik, konflik Laut Cina Selatan memengaruhi hubungan bilateral antara Vietnam dan Tiongkok. Dalam survei yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2020, ditemukan bahwa 77% warga Vietnam merasa bahwa Tiongkok merupakan ancaman bagi negara mereka. Selain itu, 84% warga Vietnam menganggap bahwa klaim wilayah Tiongkok di Laut Cina Selatan adalah tidak sah dan 16% warga Tiongkok menganggap bahwa klaim wilayah Tiongkok di Laut Cina Selatan adalah tidak sah. Survei ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara Vietnam dan Tiongkok terkait konflik Laut Cina Selatan.
Dampak konflik Laut Cina Selatan juga dapat dirasakan pada aspek ekonomi. Vietnam dan Tiongkok memiliki hubungan ekonomi yang erat, dimana Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Vietnam dengan nilai perdagangan mencapai US$129,72 miliar pada tahun 2020. Namun, konflik Laut Cina Selatan memengaruhi kerja sama ekonomi antara kedua negara.
Dalam laporan yang dirilis oleh Eurasia Group pada tahun 2021, disebutkan bahwa ketegangan antara Vietnam dan Tiongkok mengakibatkan adanya pembatasan perdagangan dan investasi antara kedua negara. Hal ini dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan ketidakstabilan di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, konflik Laut Cina Selatan juga memengaruhi keamanan di kawasan. Tiongkok melakukan pembangunan pulau buatan di wilayah perairan yang diklaim oleh Vietnam dan negara lainnya yang memicu ketegangan dan konflik di kawasan. Tiongkok juga melakukan kegiatan militer di wilayah tersebut sehingga dapat memperburuk situasi keamanan di kawasan.