Lihat ke Halaman Asli

Budaya Ziarah Pada Makam Dato Tiro Kelurahan Ekatiro Kecamatan Bontotiro Bulukumba

Diperbarui: 30 Desember 2022   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BUDAYA ZIARAH PADA MAKAM DATO TIRO KELURAHAN EKATIRO 

KECAMATAN BONTOTIRO BULUKUMBA
Aprisal, aprisal35@gmail.com

ABSTRAK

 

Makna sosial dari budaya Ziarah selain untuk menghormati leluhurnya ada juga menganggap bahwa untuk melepaskan niat atau hajat, olehnya itu setiap peziarah yang datang ke makam dato tiro harus membawa segala kelengkapan untuk berziarah.  Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui tujuan dan bagaimana sebenarnya peziarah itu datang ke Makam Dato Tiro serta untuk mengetahui dampak ritual terhadap masyarakat sekitarnya yang berada di lingkungan makam Dato Tiro.
Kata kunci: Budaya, Makam Dato Tiro

PENDAHULUAN

Pada masa awal Islam masuk, ziarah kubur sempat dilarang oleh rasulullah SAW. Hal itu di maksudkan untuk menjaga aqidah mereka yang belum kuat agar tidak menjadi musyrik dan menyembah kuburan, Namun setelah Islam kuat Rasulullah SAW menyeruhkan kepada kaum muslim untuk melakukannya. Agama Islam masuk di Sulawesi Selatan dibawah oleh tiga orang ulama dari Sumatera yakni Dato Patimang bertugas untuk menyebarkan agama Islam di Luwu, Dato ri Bandang di Gowa, dan Dato Tiro di wilayah Bulukumba. Mereka menyampaikan ajaran Islam dengan cara dan metode masing-masing sesuai dengan budaya setempat. Masyarakat Bulukumba sebelum datangnya Islam, sangat kental dengan kepercayaan-kepercayaan mistiknya, sehingga Dato Tiro menyebarkan Islam dengan menggunakan pendekatan tasawuf. (Sabbarrang Mudassir, ( 2016 ) H. 24) 

Pendekatan tasawuf sebagai metode dakwah yang digunakan oleh Dato Tiro untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam di wilayah Bulukumba, dapat mempermudah proses Islamisasi sehingga masyarakat mudah menerima agama Islam, baik di lingkungan keluarga bangsawan atau raja maupun di kalangan masyarakat biasa. 

Dato Tiro sebagai ulama sekaligus sufi yang memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas, menempati posisi tersendiri di hati masyarakat muslim nusantara pada umumnya dan masyarakat Bulukumba pada khususnya.  Setelah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat di Bontotiro melalui keilmuannya, lalu beliau pergi menemui karaeng Tiro (raja yang berkuasa pada saat itu), dengan tujuan untuk mengislamkan sang raja tersebut. Berhubung karena sang raja sudah dalam kondisi sakaratul maut, maka Dato Tiro langsung menuntun sang raja untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

METODE DAN WAKTU PENELITIAN

           
Jenis penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data adalah penelitian lapangan atau File Researct, yaitu peneliti melakukan penelitian secara langsung ke lokasi kejadian dan peneliti sekaligus terlibat langsung dalam penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami peristiwa tradisi yang dilakukan oleh subyek penelitian menghasilkan data deskripsi berupa informasi lisan dari beberapa orang yang dianggap lebih tahu, dan perilaku objek yang diamati secara langsung oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan di Hila-Hila Kelurahan Ekatiro Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari tahun 2020

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline