Lihat ke Halaman Asli

Apriliyantino

Seorang pendidik, penulis dan editor

The Road to 2045: Pemuda, Tantangan, dan Harapan

Diperbarui: 17 Mei 2020   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Oleh; Apriliyantino, S.Pd.*

Generasi muda adalah harapan bangsa. Kalimat ini telah popular entah sejak kapan. Lima deret kata-kata yang ada di dalam kalimat nominal tersebut terdengar ringan di lisan, namun berat diwujudkan. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan dan segera dilakukan untuk membuat kalimat tersebut benar-benar berwujud nyata. 

Lantas, apa yang perlu dikerjakan dan siapa yang bertanggungjawab terhadap "harapan" kepada diri para pemuda tersebut? Tentu saja ini membutuhkan sebuah kesepahaman yang bisa diterima oleh semua pihak yang diberi beban. Harus ada sinergi yang selaras dan seimbang, antara orangtua, sekolah, lingkungan masyarakat dan negara.   

Untuk mewujudkan lahirnya generasi harapan bangsa, setidaknya ada tiga hal besar yang menentukan keberhasilannya. Ketiganya tidak boleh ada yang diabaikan, sebab satu hal saja terabaikan, kacaulah semuanya. 

Yang pertama, peran orangtua di dalam mengawal pendidikan keluarga. Kedua, peran sekolah---beserta perangkat kurikulum---yang tidak setengah-setengah (kurikulum yang komprehensif dan terpadu). Yang terakhir, kebijakan pemerintah---dalam hal ini besar kaitannya dengan kebijakan dan anggaran pendidikan (20%). Ketiga faktor ini saling terkait---berkelindan.

Peran orangtua menjadi titik tolak dominan dalam menyiapkan generasi yang memenuhi kualifikasi "harapan bangsa". Walau bagaimanapun, dari keluargalah pendidikan anak dimulai. Dari sanalah kurikulum paling dasar diterapkan kepada seorang anak; tentang bagaimana menjadi manusia, menjadi bagian dari entitas yang lebih besar---keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 

Di dalam lingkungan keluarga, anak-anak dibina sejak belia tentang dasar-dasar nilai dan norma untuk bisa hidup berterima dan diterima. Orangtua, terutama ayah---menjadi figur sentral dan menentukan dalam menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan kepada anak-anaknya. Selain tentu saja dibantu oleh adanya seorang ibu---sebagai madrasatul ula. Di tangan seorang ayah kendali nahkoda keluarga berada. Para ayah menjadi pemimpin yang dominan terhadap keberhasilan di tahap ini.

Menyiapkan figur generasi harapan bangsa yang qualified, hendaknya menjadi agenda besar bersama setiap keluarga. Untuk itu, perlu adanya kesatuan visi yang segera diterjemahkan dalam misi di sebuah keluarga. Visi yang memandang bahwa setiap anak adalah anugerah dan sekaligus amanah yang tidak ternilai. 

Memahami ini, tentu perlu adanya dorongan---berupa pendampingan dan penyuluhan terhadap setiap keluarga secara nasional dari negara. Ketahanan keluarga menjadi kata kunci bagi ketahanan bangsa. Keluarga kuat, berkualitas---lahir dan batin---akan mendorong semakin kokohnya bangsa dan negara. 

Tanpa usaha yang terus-menerus dalam mengawal keluarga-keluarga di seluruh tanah air oleh negara, dengan memperhatikan kondisi pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan mereka, maka akan sulit menyiapkan generasi yang unggul guna menyongsong bonus demografi di tahun 2045.

Jika kita berhitung, maka akan kita dapati bahwa pada tahun 2045 tersebut merupakan seratus tahun NKRI berdiri. Ini menjadi momentum seratus tahunan yang bisa dikonversi menjadi keuntungan dan lompatan besar suatu bangsa. Apalagi jika kita melihat pada proyeksi jumlah penduduk di tahun tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline