Ketika mendengar kata 'terorisme' mungkin yang terlintas di pikiran kita adalah tindak kejahatan, pengeboman, penyerangan, dan berbagai frasa negatif lainnya. Belakangan ini kata 'terorisme' kembali menjadi trending topik.
Dua kejadian terorisme yang baru saja terjadi menambah daftar panjang kejadian terorisme di Indonesia. Dua kejadian tersebut yaitu, pengeboman Gereja Katedral di Makassar yang terjadi pada hari Minggu, 28 Maret 2021. Dan penyerangan Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jakarta Selatan yang terjadi pada hari Selasa, 31 Maret 2021.
Keduanya terjadi dalam waktu yang berdekatan. Sebenarnya, jika berbicara tentang terorisme tidak akan ada habisnya, karena dari dulu sampai sekarang terus saja terjadi. Terorisme ini dilakukan oleh orang atau kelompok dengan berbagai tujuan dan latar belakang yang berbeda-beda.
Berdasarkan penyelidikan, pengeboman Gereja Katedral di Makassar didasari oleh motif balas dendam dan jihad karena pada Januari lalu, salah satu mentor dari kedua pelaku tertembak mati oleh Densus 88. Mereka berniat untuk melanjutkan misi sang mentor. Diketahui mereka ini tergabung dalam salah satu kelompok radikalisme yaitu Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yaitu ormas yang resmi dilarang dan dinyatakan ilegal. Meskipun demikian, kelompok semacam ini biasanya tetap beroperasi dan menjalankan kegiatannya secara diam-diam serta sembunyi-sembunyi.
Pada kejadian kedua, yaitu baku tembak serta penyerangan Mabes Polri di Jakarta Selatan, masih dilakukan penyelidikan untuk mengetahui motif yang sebenarnya, mengapa pelaku melakukan penyerangan tersebut. Namun, dugaan sementara karena motif balas dendam dan juga jihad. Diketahui bahwa seorang pelaku yang melakukan penyerangan itu mendukung kelompok radikalisme ISIS.
Jika diamati dan dikaji secara mendalam, kedua aksi terorisme tersebut didasari oleh motif yang hampir sama, yaitu motif balas dendam yang mengatasnamakan jihad. Berdasarkan pengamatan sejauh ini, adanya kelompok radikalisme merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya terorisme, namun kelompok-kelompok semacam itu sudah ada dan berkembang sejak zaman dahulu hingga zaman modern ini.
Bukan merupakan hal yang mudah untuk memberantasnya apalagi di zaman serba modern ini. Didukung dengan pengaruh globalisasi, perkembangan zaman, serta pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, kelompok semacam itu juga ikut berkembang pesat.
Contoh sederhananya, ormas yang telah dilarang beroperasi dan dinyatakan ilegal di mata hukum, masih tetap beroperasi dan melakukan kegiatannya secara sembunyi-sembunyi, baik secara langsung maupun melalui perantara handphone dan media sosial. Mereka memanfaatkan media sosial secara terselubung untuk mempengaruhi orang lain, karena pada saat ini banyak orang yang beralih dan lebih suka menghabiskan waktunya di media sosial.
Biasanya kelompok radikalisme ini akan terus berusaha untuk mencari dan menambah anggota baru dengan cara mempengaruhinya, baik secara langsung maupun melalui perantara media sosial, bahkan ada yang terselubung melalui acara webinar. Mereka mempengaruhi orang-orang untuk bergabung dan mengikuti ajaran kelompok mereka dengan mengatasnamakan jihad.
Dengan alasan jihad mereka melakukan tindakan terorisme itu. Nyatanya yang terjadi bukanlah jihad tetapi merupakan perbuatan yang jahat karena jihad yang sesungguhnya bukanlah demikian. Sebenarnya esensi dari jihad itu sendiri adalah usaha dengan sungguh-sungguh untuk membela agama Islam. Pada dua kejadian di atas bukan termasuk pembelaan terhadap agama Islam, justru agama Islam adalah agama yang cinta damai, mengajarkan toleransi, dan kerukunan.