Lihat ke Halaman Asli

Pamit

Diperbarui: 9 September 2024   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Unsplash

Aku melirik arloji yang melingkar di tanganku. Waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB.  Sebentar lagi aku ada agenda untuk melakukan presentasi di kantor klien. Ada pitching untuk EO   yang nantinya akan mengerjakan project launching produk baru klien tersebut. Aku berharap tender tersebut dapat dimenangkan oleh EO ku. 

Aku merintis usaha EO ini sejak 4 tahun silam. Berbekal pengalamanku semasa kuliah dulu nyambi jadi Stand Guide pameran dan juga freelancer di perusahaan EO, akhirnya aku memutuskan mendirikan usaha EO sendiri. 

Malam harinya, aku tidur lebih awal. Mungkin aku sedikit lelah karena setelah presentasi siang tadi, aku langsung meluncur ke Bekasi untuk melakukan pekerjaan lainnya.

Tengah malam, aku mendadak terbangun. Aku baru saja mimpi bertemu Yanti, sahabatku semasa kuliah di Yogyakarta. Seperti sungguhan bukan mimpi rasanya tadi. Aku bermimpi di jemput Yanti di kost ku dulu, lalu dibonceng naik motornya. Kami bermotor ria mengelilingi Malioboro dan Taman Sari, lalu Yanti mengantarku kembali ke kost. Sebelum pergi dengan motornya, ia tersenyum dan melambaikan tangannya padaku. 

Ahh ...

Aku jadi teringat pada Yanti. Apa kabarnya dia sekarang ? sudah 2 tahun aku terputus komunikasi dengannya, karena kawanku itu nampaknya berganti nomor ponsel. Aku belum berhasil mendapatkan kontak barunya itu. 

Kunyalakan lampu kamarku, bola mataku tertumbuk pada kalender yang tergantung di dinding. Tanggal 13 maret. Kualihkan pandanganku pada jam berwarna merah yang berada tepat di atas kalender. Saat ini pukul 1 malam. Aku menguap lebar, rasa kantuk menyergapku. Aku hendak kembali melanjutkan tidur, namun bayangan Yanti menari-nari di benakku, memintaku sesaat mengingatnya. Dan memorabilia itu menguar kembali. 

Yanti adalah sahabatku. Kami sekelas sejak semester 1 di sebuah kampus di kota Yogya. Aku merantau dari Jakarta, sedangkan Yanti asli penduduk Yogyakarta. Sifatnya yang humoris setali tiga uang denganku yang juga hobi melucu. Jadi kami klop. 

Aku sering dibuat takjub dengan ketulusan hati Yanti. Ia sering membawakanku seplastik roti, coklat dan minuman kaleng bersoda. Dalam sebulan, ia bisa berkali-kali memberikanku buah tangan itu saat bertandang ke kostku. 

"Yan, seperti orang pacaran aja kamu bawakan aku roti dan coklat terus, " aku terkekeh geli melihat care nya ia padaku. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline