Lihat ke Halaman Asli

Apriliana Limbong

Aktivis Sosial dan Kemasyarakatan

Pilpres Lalu, Kampanye SBY Paling Cerdas

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kampanye Pilpres 2014 sudah bergulir. Masing-masing capres berkampanye dengan gayanya. Tim kampanyenya juga menggelar berbagai pola dan strategi. Demikian juga para pendukungnya masing-masing yang berjuang untuk memenangkan jagoannya. Namun, saya tidak melihat sebuah strategi hebat dari tim kampanye kedua pasangan itu. Yang lebih ramai justru isu-isu negatif dan hitam tentang pasangan-pasangan tersebut. Yang mungkin saja dilakukan lawannya atau pihak lain.

Yang paling kentara adalah pertempuran di media massa dan media sosial. Di media massa, dua televisi berita berada pada kubu yang berbeda. Metro TV membela Jokowi, sedangkan TVOne mendukung Prabowo. Dalam setiap tayangannya, kedua media televisi itu jauh sekali dari prinsip jurnalistik. Mereka mengambil sudut pandang dan bahkan opini untuk mendukung jagoannya. Apalagi di media sosial, hutan rimbanya media massa. Aksi dukung dan menolak muncul setiap saat.

Intinya tidak ada strategi kampanye yang menonjol dari kedua capres itu dalam upaya menarik simpati masyarakat, terutama pemilih mengambang yang belum menentukan siapa yang akan dicoblosnya nanti.

Berkaca ke tahun 2009, saya ingat betul saat itu pasangan SBY-Boediono melakukan kampanye yang benar terencana dan penuh strategi. Mungkin karena pasangan ini menggunakan konsultan khusus untuk menangani kampanyenya. Banyak sekali hal-hal yang mungkin dianggap sepele oleh pasangan lain, digarap dengan luar biasa oleh tim kampanye pasangan SBY-Boediono. Misalnya iklan di TV. Pasangan ini menggunakan jingle lagu yang sudah familiar di kuping masyarakat. Sehingga setiap kali lagu ini didendangkan, maka benak masyarakat langsung tertuju kepada pasangan ini... saat itu. Memang menjadi ciri khas kampanye SBY baik dalam pilpres maupun dalam pileg, selalu ada lagu kampanye yang berasal dari lagu yang sudah populer, atau jingle iklan yang sudah populer.

Lalu tim kampanye SBY juga piawai dalam mempengaruhi alam bawah sadar pemilih. Hal ini sangat manjur untuk mengubah cara berpikir pemilih mengambang, atau yang masih ragu-ragu menentukan pilihan. Dalam banyak pidatonya, SBY seringkali menggunakan strategi alam bawah sadar, yang sesungguhnya menggiring audiens untuk memilih dirinya. Tidak ada pemaksaan, tidak ada dikte, tidak perlu teriak-teriak keras, tapi pemilih terpengaruh. Itulah hebatnya SBY dan tim kampanyenya saat itu.

Dalam kampanyenya, SBY juga selalu memuji para pendahulunya, tidak pernah menjelekkan pihak lain dan fokus terhadap program-programnya. SBY juga tidak pernah menjelekkan kondisi pada saat itu (tidak hanya 2009 lho, pada 2004 juga begitu). Mungkin karena SBY menganut politik santun, sehingga dia lebih fokus pada programnya sendiri. Maka yang sering terlontar dari mulut SBY adalah ini program saya, dan kita perbaiki apa yang ada saat ini menjadi lebih baik. Bukan mengatakan hari ini masih banyak keburukan, kejelekan dan sejenisnya, mari kita mulai langkah baru...

Wajar jika dengan kampanye ala SBY saat itu, 62 persen pemilih menetapkan SBY sebagai presiden lagi untuk kedua kalinya. Sedangkan pasangan Mega-Prabowo dan pasangan Kalla-Wiranto harus gigit jari. Kampanye mereka tidak sebagus kampanyenya SBY. Seharusnya, pasangan capres cawapres sekarang belajar dari pengalaman SBY. Gampang kok belajarnya, tinggal buka buku karya SBY, Selalu Ada Pilihan. Di situ panjang lebar diceritakan sejumlah kunci kemenangan dalam pemilu pilpres.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline