Lihat ke Halaman Asli

Apriliana Limbong

Aktivis Sosial dan Kemasyarakatan

Ketika Presiden Jadi Kurir Surat Korban Tsunami

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang pemimpin harus memiliki banyak sisi positif yang dapat menjadi teladan buat masyarakat. Pemimpin negara, tidak boleh hanya piawai berpolitik, atau menerapkan kebijakan kenegaraan yang benar. Pemimpin sekelas presiden juga tidak hanya dituntut untuk jago menghadapi serangan politik dari lawannya, atau benturan dengan negara lain. Seorang presiden harus memiliki sisi-sisi lain termasuk kepedulian sosial dan kemanusiaannya (humanis). Saya pribadi sungguh bersyukur, selama 10 tahun terakhir ini menyaksikan seorang presiden yang sisi humanisnya lumayan kental. Presiden SBY memberikan contoh bahwa kepiawaiannya mengelola negara, berhubungan dengan lawan politik, serta komunikasi dengan pemimpin negara lain, tidak cukup menjadikannya sebagai presiden selama 2 periode. SBY juga menampilkan sejumlah sisi kemanusiaan yang layak dicatat dan dijadikan contoh.

Yang paling saya ingat adalah apa yang terjadi setelah bencana alam dahsyat tsunami Aceh 2004 lalu. Berita bencana besar itu menyebar ke seluruh dunia termasuk ke Amerika Serikat. Banyak warga negara itu yang memberikansumbangan dan perhatian lain kepada korban tsunami di Aceh. Termasuk salah satu siswa SD di Michigan bernama Maggie. Maggie menuliskan surat untuk anak seusianya di Aceh, sebagai bentuk solidaritas dan duka cita yang mendalam. Surat itu kemudian dikirimkan oleh orang tua Maggie ke Gedung Putih, karena bingung mau jika mengirimkan langsung ke Indonesia. Surat itu kemudian sampai ke tangan Dino Patti Djalal, yang saat itu masih menjabat sebagai staf khusus presiden. Dino memang akrab dengan sejumlah tokoh di Amerika Serikat.

Dino kemudian membawa surat itu ke Indonesia dan menyampaikannya kepada SBY. Di luar dugaan respon SBY terhadap surat tersebut sangat serius. Dia meminta agar surat itu disampaikan kepada anak di Aceh, untuk membantu menguatkan mereka menghadapi bencana. Bahwa di belahan negara lain, masih banyak yang peduli kepada mereka. Singkat cerita, surat itu dibaca oleh seorang anak Aceh bernama Nada Lutfiyah. Dan Nada pun kemudian menuliskan surat sebagai balasan.

Singkat cerita lagi, surat balasan Nada yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dipegang oleh SBY. Pada sebuah kesempatan kunjungan kerja resmi ke Amerika Serikat, SBY membacakan isi surat Maggie dan Nada pada kesempatan sambutan resmi di gedung Putih, bersama Presiden Goerge Bush. Keberanian SBY menyampaikan isi surat tersebut dalam sebuah acara resmi, sebuah pidato resmi yang aturan protokol Gedung Putihnya berdurasi sangat pendek, yaitu hanya 3 menit. George Bush yang punya kesempatan pertama pidato, benar-benar hanya 3 menit berbicara.

Ketika tiba giliran SBY, di sela-sela sambutan resminya itu, dia menyelipkan agenda membacakan surat Maggie dan Nada. Sudah barang tentu, pembacaan surat itu memakan waktu yang lebih lama dari pada 3 menit. SBY melanggar protokol Gedung Putih, namun tidak ada yang ribut. Semua hadirin termasuk Bush dan seluruh protokol Gedung Putih terlarut dalam kisah Maggie dan Nada. Sebagian besar hadirin menitikkan air mata. Isi surat Maggie dan Nada, memang sangat menyentuh. Kalau mau baca isi lengkapnya silahkan deh baca bukunya Dino Patti Djalal berjudul “Harus Bisa!”. Atau googling.

Cuplikan isi surat Maggie:

“Hi, I hope your family and friends are okay. In church I pray for you and your country. In school, we are raising money for your country. Also, we are making bracelets to raise money too. I have made one for you. I hope you like it.  I will continue praying for you and your country in church. Your friend, Maggie.”

Cuplikan isi surat Nada:

“My good friend, hello friend.... I was so happy and my hearts so touched to receive the letter you sent us. My family – my dad, mom, older brother and younger brother, have dissapeared, and now I live with my cousin. I am so glad you are paying attension to us here. I hope to receive your bracelet in coming days because I want to wear it on my arm to remind me that I have a new friend.”

Setelah SBY selesai berpidato, tepuk tangan hadirin membahana dan panjang. Tidak ada yang menduga bahwa pada kesempatan resmi seperti itu, SBY mau menjadi kurir surat dari anak korban tsunami dan anak yang peduli terhadapnya, dari negeri yang jauh di seberang sana. Luar biasa, dan terima kasih atas teladannya pak SBY. Pemimpin memang harus peka terhadap sekelilingnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline