Lihat ke Halaman Asli

Secangkir Teh Hangat

Diperbarui: 4 April 2023   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

       Hujan di pagi hari membuat orang-orang masih bergelung hangat di bawah selimut. Lain halnya dengan aku yang menikmati secangkir teh hangat ditemani rinai hujan yang membasahi Kota Solo di teras rumah. Tiap tetes hujan yang jatuh membuat ku bersyukur akan hidup yang Tuhan berikan kepada ku. Sebuah anugerah.

      Secangkir teh hangat ini mengingatkan ku kepada keluarga. Keluarga yang selalu memberi kehangatan dan yang selalu jadi tempat ku untuk pulang. Sebagai anak yang merantau untuk mengampu pendidikan di Kota Solo, membuatku seringkali teringat tentang keluarga di sana. Rasanya ada rindu yang menggerogoti relung hati ini.

      Keluarga adalah kehangatan yang dapat kita rasakan dan nikmati. Secangkir teh yang aku minum di kala hujan ini akan kalah dengan cinta dan kasih sayang sebuah keluarga.

      Di dalam sebuah keluarga kamu tumbuh sebagai manusia yang hari ini atau esok kamu jalani. Dalam sebuah keluarga melahirkan sosok kamu sekarang. Mereka tempat belajar kita yang paling pertama. Belajar apa itu tentang kehidupan dan bagaimana kita menjadi manusia.

      Terlahir di sebuah keluarga aku sekarang, aku sangat bersyukur --- sebab, saat kita terlahir kita tidak tahu di keluarga apa kita lahir dan orang tua yang bagaimana yang akan menjadi orang tua kita. Kehidupan itu bagai roller-coaster, naik-turun dan penuh lika-liku, tapi saat kita hadapi itu semua dengan orang yang kita cintai dan kita sayangi rasanya akan berbeda. Seperti ada penopang yang 'tak akan membuat kita runtuh. Seperti ada 'tim hore' yang siap menyemangati kita setiap kali gagal. Kehangatannya sungguh akan terasa, sehingga kita bisa melaluinya sampai akhir. 

     Keluarga ku memang tidak sempurna, ibu dan bapak ku tidak sempurna, kakak ku juga tidak sempurna, dan bahkan aku juga tidak sempurna. Sebab menjadi seorang manusia, ibu, bapak, kakak, dan adik adalah hal pertama yang kita jalani. Oleh karena itu, dalam sebuah keluarga kita belajar bersama untuk menjadi manusia yang baik. Nikmati proses itu semua.

    Kala hujan usai membasahi Kota Solo ini, aku tersenyum setelah mengingat hangatnya sebuah keluarga. Aroma petrichor menusuk hidungku, aroma yang membuat ku candu setelah hujan turun. Secangkir teh hangat ku telah tandas tak tersisa.

Kini aku tersadar aku tidak akan menjadi aku sekarang tanpa sebuah hangatnya keluarga. 

    Aku kembali ke dalam rumah dengan membawa cangkir teh yang telah kosong. Setelah itu aku mengambil ponsel ku untuk menghubungi keluarga ku yang jauh disana untuk sekedar melepas rindu dan tak lupa untuk ngucapkan "Terimakasih". Sepertinya kata "terimakasih" 'tak mampu untuk menebus segalanya.

Selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline