Lihat ke Halaman Asli

Titik Takut

Diperbarui: 7 Juli 2020   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seringkali manusia berlayar dalam proses pencarian yang begitu panjang. Ada begitu banyak persimpangan dan persinggahan yang saling menunjukkan sisi baiknya. 

Niat hati ingin menghampiri namun logika menentang, cukup liat dari jarak yang pas dan amati dengan cerdas. Jika tak sesuai dengan apa-apa yang diinginkan untuk sampai pada tujuan, baiknya tinggalkan dan kembalilah berlayar.

Menginginkan berbagai macam hal tidaklah salah karena itu sudah menjadi bagian dari diri seseorang, seperti aku. Menjadi suatu hal yang baik apabila aku bisa memilih cara-cara yang benar dalam mencapainya, tentunya sesuai dengan nilai-nilai yang ingin kudapatkan dalam proses itu.

Sampai pada akhirnya aku berada di satu titik yang membuat hati berbicara. Ini yang selama ini kucari. Cara ini yang kuharapkan untuk membantuku menggapai mimpi.

Diri ini bahagia bisa menemukan apa yang benar-benar ingin ditemukan. Semesta telah meyakinkan, kata temu bukanlah sebuah semu yang halu. Setelah melewati hari itu, pelayaran dihentikan untuk menetap di titik yang diidamkan itu. Tumbuh sebuah kemantapan hati untuk mengadaptasi diri.

Namun ada kalanya sisi emosional lebih unggul daripada sisi rasional, menyebabkan rasa takut dan ragu dalam mengambil langkah-langkah sesuai rancangan awal. Beberapa hari kemudian api semangat mulai padam kala kusadari bahwa proses adaptasi tak semudah menginjakkan kaki. 

Muncul asumsi negatif yang menyerang pribadi, kau tak sanggup melakukannya, cara ini terlalu sulit, cari jalan lain yang aman saja, jangan ambil resiko. Itulah yang aku rasa, bukan dari logika. Seringkali logika memang benar terhadap suatu keyakinan, namun perasaan selalu memunculkan iba yang berlebihan.

Jeda panjang kulalui untuk mencari ketenangan. Mempertanyakan kembali apakah ini yang dicari, lalu kenapa setelah pelayaran yang panjang ini ingin berhenti. 

Tidak ingatkah diri ini dengan mimpi yang telah dirajut agar berdikari, tidak ingatkah pada rasa bahagia ketika pertama kali menemukannya, tidak ingatkah pada keyakinan yang awalnya begitu mengangan.

Semakin merenung, semakin sadar bahwa ini memang benar jalan yang ingin dilalui. Tapi, masalahnya ketika sudah ada kata jeda walau sejenak, rasa mager menyerang ketika ingin memulainya kembali.

Sudah tau arah yang dituju namun kaki rasanya menjadi kaku untuk diajak mlaku. Jiwa yang menginginkan perubahan memberontak, bertarung dengan jiwa pengecut yang menginginkan rasa aman semata. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline