Lihat ke Halaman Asli

aprilia cassa nova

Mahasiswa S1 Biologi, Universitas Andalas

Ke Mana Perginya Si Peniru Handal di Alam?

Diperbarui: 28 Desember 2021   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beo Nias (Gracula robusta). Sumber Bobo.grid.id

Sering kita mendengar bahwa orang orang yang punya kebiasaan mengikuti ucapan orang lain diistilahkan dengan ‘membeo’. Burung beo dijadikan perumpamaan dari sikap meniru karena keunikan yang dimilikinya. Salah satu jenis burung beo yang digemari oleh pecinta burung yaitu jenis Beo Nias (Gracula robusta). Burung ini termasuk kedalam famili sturnidae (jalak dan kerabatnya) dengan memiliki kemampuan unik dimana dapat menirukan suara dan ucapan dengan jelas.  

Nah, karena kepandaian meniru inilah yang membuat si burung eksotis ini dijadikan primadona di kalangan pecinta burung untuk dijadikan peliharaan. Dan hal ini mengakibatkan banyaknya perburuan yang semakin memperburuk keadaan burung ini terancam punah di habitatnya. Mirisnya kebiasaan membeo semakin banyak dimiliki orang- orang, tetapi keberadaan si beo semakin sedikit ditemukan di habitatnya.

Habitat asli burung ini terletak di kawasan hutan basah dengan hidup berpasangan dalam kelompok kecil, Tepatnya pada daerah perbukitan dengan ketinggian 100-200 m di atas permukaan laut. Beo termasuk hewan omnivora atau hewan pemakan segala. burung ini sangat suka memakan buah-buahan berdaging tebal yang lunak dan nektar bunga. 

Selain itu beo juga mengkonsumsi serangga kecil seperti jangkrik, telur semut, capung, dan belalang untuk memenuhi kebutuhan protein pada tubuhnya. Burung beo termasuk hewan yang  berumur panjang. Pada musim kawin, beo mampu menghasilkan 2-3 butir telur, tetapi belum tentu semuanya berhasil menetas karena masih adanya ancaman predator burung ini di alam. 

Beo nias (Gracula robusta) sering juga disebut Ciong atau Tiong. Dapat ditemukan di kepulauan Nias dan pulau-pulau kecil sekitarnya dan merupakan burung endemik dari Sumatera Utara. Beo jenis ini memiliki bulu hitam mengkilap saking mengkilapnya jika terpapar cahaya warna bulu beo tersebut bersemu keunguan bahkan perunggu, serta di ujung sayapnya terdapat sebuah bercak berwarna putih. Ciri khas beo Nias yang membedakannya dengan burung beo lainnya adalah ukuran tubuh yang lebih besar dan juga gelambir kuning di bagian cuping telinga yang menyatu di belakang kepalanya.

Di alam beo nias ini berperan dalam menyebarkan biji- bijian (seed dispersal). Hal ini menunjukan seberapa penting peran burung ini untuk menjaga keseimbangan ekosistem hutan. 

Selain pandai meniru suara- suara yang didengarnya, beo nias juga pandai menirukan siulan dari burung dan berbagai suara termasuk suara manusia. Hal ini karena burung beo memiliki struktur lidah yang dapat melafalkan beberapa huruf vokal dengan baik seperti huruf ‘a’ dan ‘o’. Selain itu burung beo juga memiliki ingatan yang cukup kuat, sehingga dapat mengingat kata kata yang sering didengarnya. Oleh karena itu banyak orang yang memburu hewan ini untuk dijadikan peliharaan.

Burung ini banyak diburu dan diperjual belikan secara ilegal. Tidak hanya dalam negeri, beo ini juga diperjualbelikan dalam perdagangan internasional. Karena memiliki wilayah distribusi yang terbatas dan juga perburuan yang tak terkendali menjadikan populasinya semakin menurun setiap tahunnya.  

Si burung peniru ini termasuk hewan yang dilindungi berdasarkan UU No. 5 / Tahun 1990 dan PP No.7 / Tahun 1999. Sedangkan menurut data IUCN yang dinilai oleh BirdLife Internasional pada tanggal 18 Agustus 2020, Beo Nias (Gracula robusta) termasuk kategori hewan Critically Endangered (CR) atau bisa dikatakan sangat terancam punah secara global. Hal ini terjadi karena adanya penurunan populasi yang sangat memprihatinkan. Menurut data IUCN tersebut, burung ini hanya tersisa 160-265 jumlah individu dewasa untuk kawasan global.

Selain merujuk pada data IUCN, kepunahan burung beo Nias ini juga dibuktikan dengan masuknya jenis burung ini pada Peraturan KLHK RI (P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018) yang menyatakan bahwa spesies ini termasuk fauna yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia.

Dikutip dari halaman IUCN “ Sebagai hasil dari kekhawatiran tentang perdagangan internasional, Beo Nias (Hill Myna) dimasukkan dalam CITES Appendix III atas permintaan Thailand pada tahun 1992 dan kemudian dimasukkan dalam Appendix II pada tahun 1997 atas rekomendasi dari Belanda dan Filipina: saat ini G. robusta tetap termasuk dalam G. religiosa untuk daftar Lampiran II. Berbagai upaya sedang dilakukan di lapangan oleh LSM Indonesia untuk membuat program pemulihan spesies di satu pulau, yang dikoordinasikan dari Sumatera. Ada juga upaya untuk menciptakan populasi integral yang ditawan dari spesies ini, meskipun status program saat ini tidak jelas”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline