Ditulis oleh: Aprilia
Mahasiswi Program Studi Magister Linguistik - Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Guru SMK Negeri 1 Kota Bandung
april@upi.edu | aprilia@smkn1bandung.sch.id
Cinta merupakan fenomena fitrah yang dialami oleh setiap individu dalam kehidupannya. Terdapat beragam wujud cinta, baik itu cinta terhadap Tuhan, cinta terhadap sesama manusia, dan cinta terhadap alam (Fromm dalam Mustika & Isnaini, 2021). Fenomena cinta menarik untuk dikaji dan dapat ditelaah dari sudut pandang linguistik. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa (KBBI, 2016).
Kembali pada persoalan cinta, cinta dapat memunculkan perspektif dari sudut pandang seorang laki-laki dan perempuan. Terdapat banyak penyair hebat yang sekaligus merupakan sastrawan Indonesia yang mengekspresikan cinta melalui kelahiran karya sastra ciptaannya.
Salah satu penyair kondang Indonesia yang juga merupakan seorang sastrawan dan doktor pada bidang pendidikan bahasa, Dr. Helvy Tiana Rosa, S.S., M.Hum., telah mengumpulkan puisi-puisi bertemakan cinta karyanya dalam buku kumpulan puisi yang berjudul A Lady Dances with Poetry yang diterbitkan oleh Bitread pada tahun 2017.
Dalam buku tersebut, terdapat salah satu puisi yang berjudul Tahajud (2017:62). Puisi tersebut terdiri dari 1 bait yang berisikan 3 larik. Tidak hanya berkaitan dengan hal yang manis dan indah, persoalan mengenai cinta juga tidak lepas dari rasa sedih.
Seperti yang diekspresikan dalam puisi tersebut, terdapat ekspresi bersedih ketika sedang berserah kepada Sang Pencipta. Berikut adalah kutipan puisi Tahajud karya Dr. Helvy Tiana Rosa, S.S., M.Hum. :
TAHAJUD
Bangunlah, cinta
Airmatamu bercahaya
Di dua pertiga malam
Cipayung, 2003
(Helvy Tiana Rosa, 2017:62)
Pada larik bangunlah, cinta apabila dimaknai dengan menggunakan pendekatan semantik (kajian makna dalam linguistik), maka dapat ditelaah dengan semiotika. Semiotika adalah ilmu tentang lambang dan tanda (KBBI, 2016).
Larik tersebut mengandung kata cinta, yang dalam semiotika dapat diartikan sebagai indeks berdasarkan teori C. S. Peirce (dalam Khettab, 2021) yang di mana indeks dapat disimpulkan sebagai tanda yang memiliki keterkaitan berbentuk sebab-akibat.
Indeks cinta hadir karena adanya perasaan yang diekspresikan oleh penyair dalam puisi. Sehingga larik bangunlah, cinta dapat dimaknai bahwa dalam melaksanakan ibadah shalat Tahajud di waktu dini hari, bagi seorang muslim tentu bukanlah hal yang mudah, sehingga hadir kata bangun, yang menekankan bahwa seseorang harus dalam keadaan terbangun setelah sebelumnya dalam keadaan tertidur ketika akan melaksanakan ibadah Tahajud. Selain indeks, teori C. S. Peirce juga membahas mengenai ikon dan simbol.
Menurut C. S. Peirce (dalam Khettab, 2021) ikon adalah tanda yang mewakili suatu objek dan simbol adalah tanda yang menyimpan makna. Larik kedua yang berbunyi airmatamu bercahaya, mengandung kata airmatamu, yang dalam semiotika dapat diartikan sebagai ikon yang mewakili perasaan bersedih dan berserah kepada Sang Pencipta.
Larik ketiga yang berbunyi di dua pertiga malam, yang dalam semiotika dapat diartikan sebagai simbol yang menyimpan makna untuk menunjukkan waktu dini hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa puisi tersebut mengekspresikan makna cinta seorang hamba kepada Penciptanya, di mana cinta tersebut diekspresikan melalui wujud ibadah untuk berserah kepada Yang Maha Penyayang di waktu dini hari, yang di mana pada waktu tersebut merupakan waktu di mana banyak orang tertidur.