Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Metode Pembelajaran Jigsaw Pada Perilaku Sosial Siswa

Diperbarui: 13 Desember 2023   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinterest

Oleh: Nur Fitriyana M. Psi. Psikolog., Aprila Rahayu Gani, Aisyah Septahajuti Laila dan Zahra Fahriza

            Pendidikan adalah suatu kewajiban yang berhak dimiliki oleh setiap manusia yang hidup di dunia ini. Pendidikan di Indonesia terdapat beberapa jenjang mulai dari SD sampai dengan Perguruan Tinggi. Pada jenjang tersebut seseorang dapat mengalami beberapa masalah psikologis yang didapatkan dari orang disekitarnya. Sebuah kasus yang sangat memprihatinkan dari seorang siswa di Banyuwangi yang mengalami perundungan oleh teman-temannya. MR (11) adalah siswa di Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi ditemukan tewas dengan gantung diri di rumahnya. Polisi menyebut motif bunuh diri adalah korban mengalami depresi karena perundungan atau bullying.

            Kasi Humas Polresta Banyuwangi, Iptu Agus Winarno menyebut korban diduga mengalami depresi karena kerap dirundung oleh teman sebayanya lantaran tak punya ayah. Korban merupakan anak yatim. Agus menambahkan dugaan ini didasari keterangan pihak keluarga. Sebelumnya, korban sering murung sepulang sekolah. Agus mengimbau kepada masyarakat mencegah terjadinya bullying, baik secara verbal fisik maupun sosial di dunia maya ataupun nyata. Menurutnya korban bullying dapat menjadi tidak nyaman, sakit hati dan tertekan.

            Menurut Astuti, Bullying menjadi  kasus  permasalahan  yang  berbahaya  dan  mengganggu  dunia  pendidikan di  seluruh  dunia  dan  perlu mendapat perhatian  khusus  dari  pendidik  maupun  orangtua. Korban bullying bukan dari kaum yang lebih kuasa ataupun sama kekuatannya dengan si pembully akan tetapi yang  menjadi  objek  sasaran  dari  korban bullying tersebut terjadi  pada  anak  yang memiliki  kekurangan-kekurangan  dari  dirinya yang  dijadikan  bahan  cemooh  dan  cacian  dari  pembencinya. Pelaku mungkin tidak memikirkan dampak buruk dari perilaku mereka karena kurangnya pemahaman tentang konsekuensi dari tindakan mereka. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemikiran pelaku termasuk kurangnya empati dan pemahaman tentang dampak perundungan, serta kurangnya kesadaran akan konsekuensi jangka panjang bagi korban dan diri mereka sendiri dalam (Ramadhanti & Hidayat, 2022).

            Tekanan dari lingkungan sekitar, kurangnya pengawasan, dan kurangnya pemahaman tentang kesehatan mental juga dapat memengaruhi perilaku yang dilakukan oleh pelaku. Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dampak buruk dari perilaku perundungan, diharapkan pelaku bullying dapat lebih sadar akan konsekuensi tindakan mereka dan mencegah terjadinya perundungan di lingkungan sekitar. Berdasarkan pada UU Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan terencana untuk pencapai tujuan yang diharapkan dalam  pendidikan. Usaha dalam  mencapai  tujuan pendidikan  tidak dapat  dilakukan  oleh  guru  seorang  diri.  Proses mencapai tujuan  pendidikan  haruslah  ada  kerjasama  dari  berbagai  pihak.  Kerjasama antara  guru,  siswa,  dan  orang  tua  merupakan  salah  satu  usaha  yang  dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan.

            Menurut Lie, Metode jigsaw adalah suatu metode kooperatif yang memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu mengaktifkan skemata tersebut agar bahan pelajaran lebih bermakna. Jigsaw learning atau pembelajaran tipe Jigsaw merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan teknik pertukaran dari kelompok ke kelompok (group-to-group exchange) dengan suatu perbedaan penting yaitu setiap peserta didik mengajarkan sesuatu. Berdasarkan pada pengertian ahli diatas, metode jigsaw merupakan metode yang berpusat pada kelompok kecil agar aktif dalam proses belajar dalam (Faisal et al., 2023).

            Menurut Rusman,  langkah  pembelajaran  kooperatif  tipe  jigsaw adalah  sebagai  berikut: 1)  Siswa  dibentuk  kelompok  dengan  jumlah  anggota  empat sampai enam orang dan disebut kelompok asal, 2) Setiap anggota di dalam kelompok asal diberikan  tugas  yang  berbeda,  3)  Anggota  dari  kelompok  asal  yang  berbeda  dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru dan disebut kelompok ahli, 4) Setelah kelompok   ahli   berdiskusi   dengan   tugas   yang   diberikan,   tiap   anggota   kembali   ke kelompok  asal  masing-masing  dan  menjelaskan  kepada  anggota kelompok  asal  tentang penugasan yang  mereka  kuasai, 5) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi, 6) Pembahasan, dan 7) Penutup dalam (Faisal et al., 2023).

            Menurut Johnson dan Johnson, kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam (Suhaimah, 2023) diantaranya: 1) Meningkatkan hasil belajar, 2) Meningkatkan daya ingatan, 3) Dapat digunakan untuk mencapai berpikir tingkat tinggi, 4) Mendorong pertumbuhan motivasi kesadaran individu, 5) Meningkatkan hubungan antar manusia yang sifatnya heterogen, 6) Meningkatkan sikappp positif siswa terhadap sekolah, dan guru, 7) Meningkatkan harga diri siswa, 8) Meningkatkan tingkah laku penyesuaian sosial yang positif, 9) Meningkatkan kemahiran hidup dalam bergotong-royong.

            Menurut Shoimin kekurangan model kooperatif tipe jigsaw dalam (Suhaimah, 2023) diantaranya: 1) Jika guru tidak mengingatkan siswa agar menggunakan keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing, dikhuatiri kelompok tersebut akan macet dalam pelaksanaan diskusi. 2) Jika anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah. 3) Memerlukan masa yang lebih lama, terutamanya jika penataan ruang belum terkondisi dengan baik jadi perlu menukar posisi yang dapat menimbulkan kekecohan.

            Manfaat model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap keterampilan berbicara siswa, dapat disimpulkan bahwa manfaat model tipe jigsaw memberi kesan positif akan peningkatan keterampilan berbicara siswa dapat terlihat tapabila siswa aktif dalam kelas, bekerja sama santara satu sama lain dengan kelompoknya yang memungkinkan terjadinya interaksi. Selain itu, model ini dapat meningkatkan keyakinan diri siswa itu sendiri, hal ini dapat menular kepada siswa yang cenderung tidak mampu menghadapi situasi argumentatif, maka siswa akan berasa yakin untuk menghadapi tantangan yang mendatang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline