Lihat ke Halaman Asli

Yasmin Salma

mahasiswa

Polemik Program MBKM

Diperbarui: 2 Juli 2024   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) merupakan suatu program yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, untuk menghasilkan lulusan yang siap menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja, dan kemajuan teknologi yang pesat. Program ini merupakan inovasi yang dapat memberikan solusi atas tantangan perubahan dengan menyiapkan sumber daya manusia sebaik-baiknya khususnya di dunia kerja. 

Program ini terdiri dari beberapa kegiatan yang dapat diikuti, yakni Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), Kampus Mengajar, Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM), Wirausaha Merdeka, dan Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA). 

Mahasiswa, apalagi mereka yang terpaksa harus segera bekerja karena tuntutan ekonomi, berlomba untuk dapat mengikuti program ini karena dinilai akan membantu mereka memasuki dunia kerja dengan gaji yang mumpuni. 

Program ini memberikan kesempatan untuk mendapat pengalaman bekerja di korporasi, pengalaman mengajar langsung, belajar membangun bisnis, melakukan riset, dan lain sebagainya sehingga program ini merupakan langkah emas untuk mendapatkan hal tersebut karena dengan pengalaman-pengalaman yang ditawarkan pada program MBKM merupakan suatu hal yang relevan dan cenderung bergengsi karena seleksi untuk ikut MBKM apalagi yang mendaftar ke korporasi (dalam MSIB), tempat mengajar (dalam Kampus Mengajar) , atau universitas yang terbilang unggul (dalam PMM dan IISMA) cukup sulit. 

Belum lagi kualifikasi fresh graduate yang biasanya mensyaratkan maksimal umur, membuat mahasiswa tidak punya banyak waktu untuk mengeksplorasi pengalaman bekerja dan fokus terhadap pengembangan pendidikannya secara bersamaan. 

Esensi Pendidikan Tinggi

Pendidikan Tinggi yang seharusnya memiliki tujuan utama untuk mengembangkan ilmu pengetahuan perlahan bertransformasi menjadi tempat yang melahirkan individu-individu yang cenderung kapitalis yang disiapkan sebagai pekerja-pekerja korporasi. 

Meskipun kebutuhan akan sumber daya manusia yang siap kerja juga merupakan hal yang penting, tidak seharusnya kampus terlalu berorientasi pada kebutuhan industri dan mengesampingkan tujuan utamanya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Orientasi ini dapat membunuh esensi kemerdekaan berpikir kritis sebagai manusia.  

Dampak lainnya yang ditimbulkan juga tidak kalah serius, yakni bagaimana pendidikan tidak lagi menjadi alat untuk memanusiakan manusia dan membuat mahasiswa jadi cenderung apatis terhadap isu yang terjadi di sekitarnya karena terlalu berorientasi pada karir mereka ke depan. 

Misal, bisa jadi dengan alasan "takut mengkritik pemerintah" akan membuat track record mereka kurang baik atau dicap pembangkang oleh hrd perusahaan, atau merasa tidak punya waktu untuk aktif berpartisipasi menyuarakan ketidakadilan karena waktunya tersita oleh hal-hal yang dianggap dapat membangun karir mereka ke depan.

Belum lagi dalam perihal konversi Satuan Kredit Semester (SKS), program ini juga dapat mencederai kurikulum karena beban SKS mata kuliah yang seharusnya dikuasai mahasiswa sebagai kualifikasi mereka di suatu program studi tetapi dikonversi menjadi pengalaman di program MBKM sehingga implikasinya mahasiswa tidak mengambil mata kuliah konversi tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline