Lihat ke Halaman Asli

You are the Apple of My Garden

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13875390721312628267

You Are the Apple of My Garden

Hujan turun..

Perbincangan itu berhasil ku rekam dalam otakku, perbincangan yang berlangsung di sebuah taman mini yang sebenarnya adalah halaman sebuah rumah yang sengaja dijadikan asri oleh sang penghuni, berisikan bermacam macam tanaman. Ada apel, jeruk purut, mahkota dewa, cabe, pohon saga, sirih, bonsai, bunga mawar dan pohon tomat. Ya, mereka berbincang-bincang kawan, pohon pohon itu berbicara. Perbincangan yang sulit diterima akal sehat memang, namun jika kita mau menanggalkan kewarasan kita, kita bisa mendengar mereka yang sedang berbincang, semakin tidak waras semakin jelas tiap kata yang mereka ucapkan. Hanya saja kita masih bebal mempertahankan kewarasan yang kita anggap paling mumpuni dan ampuh mencapai tujuan hidup, tapi lihat? Bisa terlihat? Keadaan bumi seakan menunjukan tujuan kewarasan kita sekarang. Kehancuran.

Namaku tomat, tanpa hujan aku akan kehilangan nyawa. Maka dari itu aku lebih tertarik menyembah air, ketimbang api. Banyak agama di taman ini, aku mempercayai air yang memberiku kehidupan, sirih sahabatku beragama tanah, pohon nangka beragama matahari, lebih jauhnya para pohon menjulang di pelataran rumah tetangga menyembah api, karena menurut mereka jika matahari tak berapi, takkan ada kehidupan di dunia ini. tapi aku lebih suka air, karena hujan lebih segar, memberikanku kesejukan. Teman baikku adalah tanah alluvial coklat kehitaman yang kaya akan hara, semacam rizobium, cacing dan seekor ulat bulu hitam. Yang menarik adalah aku berbakat merubah segala bentuk kekotoran dalam tanah menjadi daftar nutrisi yang melimpah seperti magnesium, kalium, besi, yodium, tembaga, seng, vitamin A, C, dan masih banyak lagi. Aku besar secara organic, maka dari itu si ulat bulu masih dengan nyaman mengunyah dedaunanku. Aku lebih baik dari manusia yang tidak mengetahui apa apa mengenai kehidupan sebelum mereka dilahirkan. Ya aku tahu persis kehidupanku di masa lalu, tergambar jelas dalam setiap genku, ah.. maksudku tercatat jelas.. sehingga jika aku ingin membaca kehidupanku aku hanya tinggal membuka isi kepalaku dan membaca kembali. Singkatnya, Aku tahu benar bagaimana aku bisa tumbuh besar”

Kira kira begini ceritanya”

Satu biji yang dibuang seorang anak muda dari mulutnya yang merasa tidak nyaman ketika menyeruput jus tomat dari warung dimana aku disenangi dan dijajakan untuk dipotong, di-blend dan diberi es. Aku terima saja, entahlah aku tak merasa sakit sedikitpun. Disamping itu aku merasa bahwa hidupku tidak akan berakhir hari itu. Karena aku telah mendapat informasi, jauh jauh hari. Mengapa bisa? Entahlah... mungkin karena aku menyimpan ribuan informasi dalam bagian bagian diriku yang takkan hilang, yang saat itu hanya berupa biji biji, termasuk informasi kapan dan bagaimana aku akan mati. Aku menyimpan semua informasi lengkap tentang dunia, bumi, tanah, serangga, cuaca, termasuk anak muda tadi dalam manifestasi mungil, biji bijiku. Sengaja ataupun tidak, anak muda itu meludahkan satu bijiku ke pekarangannya. Aku bahagia”

Dan inilah aku, kau lah anak muda itu. Kita terikat takdir” katanya padaku ketika kami saling berhadapan.

Ku lihat dari tanah yang gembur, menjulang sebatang hijau kecil pohon tomat berumur tiga bulan. Tidak lebih dari satu meter, pohon itu memiliki buah buah yang mungil, masih hijau. Dengan daun yang cukup rimbun untuk ukuran sebangsa Solanaceae (terong terongan). Di ujung salah satu daun daunnya yang berbulu dari tangkai yang menjauh ke barat, bertengger seekor ulat bulu hitam gendut dengan tenang sedang tertidur pulas, sedangkan aku jongkok di timur sang ulat. Seakan menyadari perhatianku pada sang ulat si tomat berbicara melalui stomata stomata di sekujur tubuhnya.

jangan ganggu dia, dia berhak hidup”

aku geli melihat seekor ulat hitam di tanaman tomat yang hijau, terlalu mencolok. Dia seakan membuatku gatal gatal”

dia belum sama sekali menyentuhmu. Itu perasaanmu saja. Menjengkelkan. Manusia, saat ini sangat lemah terhadap alam, mereka menjauh dari kekerasan alam dan berlindung di titik nyaman tanpa mau belajar menjadi the fittest. Sedikit sedikit alergi. Seperti gelas tipis yang mudah pecah saja kau ini. Jika seleksi alam berlangsung seperti yang terjadi di ribuan tahun lalu, gas racun, ledakan meteor, gunung meletus dll. Spesies manusia hanya akan punah seketika. Sedangkan para tanaman akan mempertahankan keberlangsungan kehidupan di bumi dengan menyimpannya baik baik dalam biji biji mereka”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline