Tinggal menghitung hari, umat Islam akan merayakan hari kemenangan. Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, selama sebulan kita dibatasi makan dan minum di siang hari. Setelah Idul Fitri kita bisa bebas makan dan minum di siang hari seperti biasanya.
Tapi kita, terutama saya suka kebablasan, apa saja dimakan selama lebaran, seperti balas dendam padahal itu tidak baik bagi tubuh kita terutama lambung. Seringnya kita jadi sakit perut setelah Hari Kemenangan.
Setiap lebaran, ada makanan yang menjadi ciri khas di daerah kami, seperti kupat atau lontong, opor ayam, sambal goreng daging atau ati, bistik daging, kerupuk udang dan acar tersedia di meja makan. Begitupun di rumah kerabat yang saya kunjungi, menu itu selalu ada terutama kupat dan opor ayam.
Selain kupat dan opor ayam, kue kering yang selalu tersedia selama Ramadan seperti kue putri salju, kue keju, kue kacang, coklat, nastar dan kue kering lainnya yang menjadi ciri khas setiap lebaran.
Di antara kue kering yang berjejer di atas meja, saya selalu mengamati kue mana yang isinya paling sedikit di banding kue lainnya, dan saya selalu memilih kue putri salju duluan untuk dimakan dibanding kue kering lainnya.
Setelah makan putri salju baru saya akan makan nastar dan kue lainnya, tanpa saya sadari menjadi kebiasaan. Kue putri salju yang berselimut gula halus disetiap cetakannya. Entah siapa yang pertamakali menamainya, karena saya tidak menemukannya di mbah Google yang muncul hanya cara membuat kue putri salju.
Saya suka putri salju yang dicetak seperti bukan sabit kalau yang bentuknya bulat saya kurang suka karena kurang lumer di mulut dan sedikit keras.
Saya kurang tau juga, kalau ditanya kenapa suka kue putri salju, ya suka saja. Rasanya ada yang kurang jika lebaran tanpa kue putri salju di atas meja. Mungkin juga kebiasaan dari kecil, ibu selalu menyediakan kue putri salju selain nastar di setiap lebaran.
Waktu kecil jika makan kue putri salju, saya merasa jadi putri salju setiap menggigit kue itu, terasa dingin di lidah seperti berada di negeri dongeng tempat putri salju berada. Bisa jadi ini alasan kenapa saya suka kue putri salju.
Tapi anehnya, rasanya akan beda jika kue putri salju dan kue kering lainnya dimakan di luar lebaran atau Idul Fitri rasanya kurang greget. Barangkali saya saja yang merasakan seperti ini, entah yang lain. Hehehe.
Kesimpulan hasil pengalamatan saya lebaran tahun lalu, ke rumah para kerabat dan tetangga, kue putri salju selalu menghiasi meja tamu dan setelah melihat isi toples yang berjejer di meja tamu, kue putri salju-lah yang menduduki posisi pertama, dan selisih sedikit di banding kue nastar, apalagi setelah saya dan kakak pulang dari rumah kerabat dan tetangga, posisi putri salju semakin melejit karena toplesnya selalu berada dipangkuan kami.