Lelaki beraroma kopi berjalan di jalan sunyi, menggenggam erat setangkai bunga berwarna putih, sepertinya bunga itu baru mekar, ia pegang erat penuh kehati-hatian. Seolah khawatir satu kelopaknya jatuh ke Bumi.
Lelaki beraroma kopi mendaki sebuah gunung, kaki kokoh berjalan tiada henti mencari dan mencari, ia tak berhenti sampai yang dicari berada dalam genggaman. Tak peduli rintangan dan godaan setan berwajah manis, menggoda kelelakiannya.
Lelaki beraroma kopi sampai di puncak tertinggi, menemukan tempat persembunyian bunga keabadian, menyibak gumpalan awan dipuncak gunung, menembus rinai hujan yang semakin rapat, ia menahan gigil, bunga abadi dalam genggaman.
Lelaki beraroma kopi tersenyum penuh syukur menyatukan bunga yang tak sembarang orang bisa memetiknya. Disatukan dalam satu tempat rahasia tak ada seorangpun dapat mencurinya.
ADSN1919
Catatan: Puisi ini sudah tayang di Secangkir Kopi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H