Lihat ke Halaman Asli

Mina Apratima Nour

:: Pluviophile & Petrichor ::

Sepuluh Masa

Diperbarui: 18 Mei 2020   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(image: 1ZOOM)

Di bawah randu tua, kau bersimpuh menggenggam sebuah ranting. Diukirnya nama seorang belia. Yang menemaninya sejak sepuluh masa. Ragu ia berucap, "cinta bukan?". Berkali-kali pada diri yang renta akan buana. Sekian masa berlalu, masih jua kau tak paham. Belukar hati yang mulai menunas semara. Disiram sejumput cahaya. Kelak ia tahu, sudah sejak lama asmaraloka memulai cerita yang pertama.

Telah kau seberangi tujuh samudera mimpi. Di bawah megah bumantara, fasih bersaksi. Adalah ia, tempat pulang jejak-jejak embara. Tujuan dari setiap cita yang ada... Kasih, hari ini baskara menguar murka. Seiring kau turunkan jangkar, ia telah berlabuh pada selain engkau. Paripurna dukamu. Nirleka puisi nan nirmala. Sepuluh masa yang sia-sia.

Jatuh di kedalaman jelaga, tak ada jalan kembali pada nirwana. Maka tersesatlah, Kasih... Lahirkan ayat-ayat paling gaham. Di sini. Di jantung atmaku yang mala.

Ini cintaku.
Sejak sepuluh masa...

- Jakarta, 16 Mei 2020 -




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline