Lihat ke Halaman Asli

Mina Apratima Nour

:: Pluviophile & Petrichor ::

Namanya Aruna

Diperbarui: 27 Maret 2020   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(image: Fine Art America)

Tuan, mari duduk bersama. Kuceritakan tentang seorang belia. Ronanya serupa jingga. Dihiasi lesung pipit berlengkung senyum, binar netranya penuh urna pancarona. Gelaknya membuat siapapun menanam bungah di dada. Namanya Aruna... Siapa sangka jika atmanya penuh noktah kesumba. Sisa-sisa silam, kala mala merajalela.

Dunianya, Tuan, adalah cerita panjang tentang sebuah perjuangan. Laung, larau, segala yang harus ia pendam saat baskara datang. Kerlip kartika sudah khatam ia makamkan di sanubari. Agar ada sedikit pendar dari segulita hati.

Aksara baginya, Tuan, adalah kelopak-kelopak cinta dan benci silih berguguran. Senang ia merangkai menjadi satu kesatuan. Kau bisa temukan berjuta hal klandestin dalam tiap spasinya, tanpa pernah menemui titik. Karena ia, Tuan, belum sampai pada tujuan.

Nanti, jika mengenalnya, ingatlah satu hal. Asa yang berantakan di pelatarannya, jangan coba kau serak diam-diam. Biarlah apa adanya. Sampai waktu membereskan segala.

Aruna, Tuan, mendekap erat sebuah pandora. Calar balar dihujam balabad nelangsa. Jangan sekali-kali coba kau buka. Jika tak mau membasuh seluruh luka.

- Jakarta, 13 Maret 2020 -

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline