Lihat ke Halaman Asli

Mina Apratima Nour

:: Pluviophile & Petrichor ::

Puisi | Rasa...

Diperbarui: 6 Desember 2019   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(image: We Heart It)

Tidurlah dalam puisi. Tempat kubaringkan segala resah, semara, pun pilu. Lelaplah disana. Kala arunika, kubangunkan kau melalui seikat embun. Tak banyak. Tapi cukup membasahi ranum bibir yang tak lagi bisa kusentuh. Tak banyak. Tapi cukup menyegarkan atmamu yang keruh.

Kusembunyikan kau dalam rumpang diksi. Tertutup lantunan rima, syahdu ucap penyair kini. Menjelmalah metafora, sesuatu yang hanya milik kita. Ada, hidup setiap saat. Meski harus diam seolah fana. O, Renjana...

Tak ada benci. Tak ada dendam. Kasih menjalar lebih erat dari sebuah pelukan. Rindu lantang lebih keras dari gumam burung hantu malam. Biar damai. Untuk mereka yang bertuhan logika. Untuk mereka yang tak mengerti rasa. Biar abadi. Untuk segala yang tak mampu kita perjuangkan. Untuk segala yang terbunuh, tanpa kita ijinkan.

Renjana...
Sebegitu dahsyat kau ubah aksara. Sebegitu redam, tanpa suara, kau mampu bangkitkan asa.
Meski masa depan adalah sebuah muskil adanya.

Bagi kita...

- Jakarta, 27 November 2019 -




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline