Lihat ke Halaman Asli

Sutrisno

Apoteker Komunitas

Refleksi Hari Kesehatan Nasional, untuk Siapa?

Diperbarui: 12 November 2019   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Shutterstock

Hari ini merupakan peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN). Peringatan yang waktunya hampir berhimpitan dengan Hari Pahlawan 10 November ini memang harus diakui tidak terlalu populer di kalangan masyarakat.

Bahkan boleh jadi HKN ini lebih tertutupi oleh gegap gempitanya program 11/11 yang ditawarkan oleh hampir semua marketplace di seluruh Indonesia dan bahkan di dunia. Atau juga "kalah saing" dengan Hari Ayah Nasional yang diperingati di hari yang sama.

Peringatan Hari Kesehatan Nasional ini sejatinya merupakan refleksi kembali semangat bangsa dalam meningkatkan harkat hidup masyarakat yang diambil dari upaya pemberantasan penyakit malaria pada tahun 1959. Kala itu penyakit malaria menjangkiti hampir seluruh negeri, yang mengakibatkan ratusan ribu korban jiwa.

Upaya pembasmian malaria dilakukan secara massal dari rumah ke rumah. Presiden Sukarno pada waktu itu melakukan penyemprotan pertama kali secara simbolis pada tanggal 12 November 1959 di daerah Kalasan, Yogyakarta. Pada tanggal inilah akhirnya ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Nasional untuk diperingati setiap tahunnya.

Sumber Foto: promkes.kemkes.go.id

Setidaknya ada tiga unsur yang sangat memengaruhi keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan, yakni pemerintah sebagai penyelenggara sistem kesehatan, tenaga kesehatan sebagai profesional yang menjalankan program kesehatan yang telah ditetapkan, dan masyarakat sebagai penerima layanan kesehatan yang berhak atas hidup sehat secara individu dan berada di tengah bangsa yang sehat.

Sehat itu sendiri menurut WHO adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.

Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa untuk mencapai suatu kondisi sehat harus didukung pula oleh sebuah sistem penyelenggaraan kesehatan yang baik, yang dijalankan oleh tenaga profesional yang baik dan masyarakat berperilaku hidup baik. Yakni menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai sebuah budaya hidup.

Penyelenggaraan kesehatan yang baik sudah dilakukan oleh pemerintah sejak sejak dulu. Saya tidak menyebutkan tahunnya karena tidak mau meniadakan peran di setiap era penguasa. Tentunya setiap rezim akan mengklaim telah melakukan sebuah upaya dalam menyelenggarakan program-program yang mendukung upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Di era sekarang, layaknya model-model pembangunan lain di bidang non-kesehatan seperti pembangunan jalan tol di mana-mana, penguatan infrastruktur desa yang merata, dan lain-lainnya, pembangunan di bidang kesehatan pun nampak secara kasat mata seperti itu.

Dukungan infrastruktur sangat terlihat belakangan ini. Puskesmas-puskesmas terlihat megah, tidak nampak reyot, dan kusam seperti jaman dulu. Terlebih dengan penerapan "wajib" terakreditasi terkait kerjasama puskesmas, klinik, dan rumah sakit dengan BPJS. Mau tidak mau memaksa sarana pelayanan kesehatan untuk memenuhi seluruh standar yang dipersyaratkan yang ujung-ujungnya ya akan nampak di pembangunan fisik.

Namun semua itu menyisakan pertanyaan, apakah situasi itu menciptakan suasana layanan kesehatan menjadi lebih baik? Menurut hemat penulis tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline