Lihat ke Halaman Asli

Aprillia NurAida

Praktisi Pendidikan Seksualitas

Mengolah Isu Seksualitas Menjadi Diskusi yang Mendidik

Diperbarui: 14 September 2021   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Bagaimana kalau kita melakukan seperti itu?"

Pertanyaan itu terlontar dari suami saya setelah melihat berita pelaporan ayah Taqy Malik, Mansyardin Malik oleh Octaria Kawuwung. Istri siri yang baru dinikahi beberapa bulan telah memperkarakan bagaimana cara sang suami memperlakukannya dalam berhubungan seksual. Khususnya lewat belakang ketika ia sedang datang bulan.

Anal seks ataupun berhubungan melalui anus tidak hanya dilakukan oleh pasangan sesama jenis. Mereka yang berpacaran ataukah sudah menikah ada yang melakukannya. Salah satu alasan utama tentu saja untuk menambah gairah seksual dan sebagai variasi. Namun, ada juga yang memakai alasan untuk menghindari kehamilan.

Dalam diskusi semalam, pembicaraan kami fokus pada hubungan suami istri. Suami berpendapat hal itu sepertinya memang menarik. Apalagi di masa awal menikah, gejolak dan juga libido itu pasti terisi penuh. Tidak peduli pasangan capek ataupun berhalangan, dorongan untuk melampiaskan gairah sangat besar.

Pun sama untuk pasangan yang telah lama membina rumah tangga. Hubungan itu memiliki masa. Sama seperti tanaman, ada saat ia menjadi bibit, tumbuh, kering, layu ataukah nantinya mati. Puncak dari semua permasalahan berujung pada kebosanan. Saat rasa ini menyerang, harus ada sesuatu yang baru untuk dilakukan. Entah dari perbaikan komunikasi, penyegaran pikiran ataukah sesuatu yang baru dan menarik.

Berbicara mengenai hubungan di ranjang, anal seks, sering menjadi alternatif yang menggiurkan. Namun, berkaca pada hukum Islam yang kami jalani, cara ini harus dilihat dari berbagai aspek. Masih ada kontroversi dari segi yang memperbolehkan ataukah melarang. Kita perlu telusuri satu per satu.

Pendukung terjadinya anal seks melihat dari pemaknaan QS. Al-Baqarah Ayat 223: Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.

Ayat ini, masih perlu dikaji lagi. Ada ulama yang memaknai ladang itu sebagai tempat untuk menghasilkan sesuatu yang dipanen. Diibaratkan dalam berhubungan seksual, ada anak sebagai hasilnya. Sedangkan hubungan anal?

Pun pendapat keberatan ini juga disampaikan oleh Rasullullah. Khazimah bin Tsabit meriwayatkan bahwasannya ada seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang berhubungan seks melalui jalan belakang, kemudian Nabi menjawab: "halal". Ketika orang tersebut berlalu, kemudian Nabi memanggilnya kembali dan berkata: "Apa yang kamu katakan tadi, kalau yang kamu maksud adalah hubungan seks di farji melalui jalan belakang atau jalan depan, maka boleh. Namun, jika yang kamu maksudkan adalah anal seks, maka haram. Sesungguhnya Allah tidak malu dengan sesuatu yang benar". Secara tidak langsung Nabi mengatakan "janganlah mendatangi istri kalian dari dubur."

Ibaratnya, saat miskin ilmu semua kesalahan masih bisa dimaafkan, tetapi kalau kita sengaja berpura-pura miskin ilmu, hukum larangan berlaku.

"Apakah masih mau, Mas?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline