Lihat ke Halaman Asli

Sore Menuju Senja

Diperbarui: 18 Desember 2015   21:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu belum sepenuhnya gelap, hanya saja mendung tebal menyelimuti langit Jakarta hari ini. Masih terlihat kemacetan kota Jakarta, seolah tak ada hentinya, gerimis mulai turun dengan indahnya serasi dengan lampu-lampu kota yang mulai menyala.

Ia masih duduk menunggu senja…

Menunggu dalam diam diantara keriuhan lalu lintas kota, menikmati sedikit kebisingan dan sejuk gerimis menjelang senja.
Ada gelisahan yang ia rasakan, ia menunggu dengan sabar akan senja yang menjanjikan akan datang bersama bayang pujaan hatinya.

Ia masih saja menunggu dalam tanya, dalam gelisah sambil memegang segelas kopi yang tinggal setengahnya. Memandang rintik gerimis yang turun dengan syahdu di luar sana , Ia mulai mengambil Tab, menyalakan selanjutnya tenggelam dalam perenungan-perenungan diri dunia tulisnya. Ada banyak rindu yang terpendam dalam ruang hati, rindu akan bidadari malamnya yang kini entah dimana...tertinggal kosong dalam ruang hampa hatinya entah hidup atau mati.

Seberkas cahaya lampu taman memantul pada gelas kopinya, bias kuning keemasan terlihat pada separuh kaca berpedar pada suasana syahdu sore ini.
Ia bagian dari sisa sisa lelaki yang tak diikhlaskan....dari sebuah cinta yang terdalam,tercabik dalam luka hati kerapuhan.
Ruangan itu tidak begitu ramai, hanya beberapa orang yang menunggu gerimis berhenti sambil menikmati kopi sorenya,dan sebagian menunggu senja.

Tak terasa sang waktu berlalu begitu cepatnya, ketika tiba-tiba rasa itu hadir dalam balutan senja…
Senja yang ditunggunya telah datang, tanpa bayangan, tanpa seberkas kuning keemasanya hanya paruh kosong, gelap dan sunyi seiring rintik gerimis sedari tadi.

Di teguknya perlahan kopi yang masih tersisa, tegukkan yang terahir , ia masih mencoba merasakan nikmatnya sisa kopinya, menikmati senja yang tak sempurna. Gerimis belum sepenuhnya berhenti, namun ia berkemas untuk segera pergi...mencari seberkas warna dalam hatinya.
Mengobati luka lama diatara sunyi dan hampa kehidupan, menikmati dunia secara utuh tanpa kata, diam dalam tanya.
Butiran gerimis mulai ia rasakan perlahan, seolah tidak perduli dengan orang-orang sekitar.
Satu keyakinan dalam hatinya " Tunggu aku bidadari malamku"

@genk
Backsound : Menunggu Senja ( Payung Teduh)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline