Di keadaan yang semakin genting, dan belum ditemukan tanda - tanda pergerakan terorist akhirnya kepolisian menggunakan cara untuk menggunakan narkoba untuk menyisir peredaran narkoba dan para pengkhianat yang berani menjual narkoba.
Semua berkumpul di Polres untuk melakukan pemerataan formasi agar keadaan tersebut bisa diselesaikan dengan cepat. "Letnan, sebentar lagi tahun baru. Apakah hal ini tidak berbahaya?" "Mungkin akan terjadi pembantaian, kau tidak lihat bagaimana masyarakat terbagi?, belum lagi suara petasan, aku bisa gila". "Kenapa ini belum berhenti?". "Ini memang sudah sesuai prediksi".
Belum sampai malam tahun baru, para terorist membuat pengalihan kembali. Mereka menggerebek suatu rumah sedang pesta seks dengan banyak prostitusi. Sebelum mereka di arak masyarakat, ternyata para prostitusi tersebut di perkosa ramai - ramai dan dicoba untuk dibunuh untuk tidak meninggalkan jejak.
"Kenapa pak polisi menolong kami?" prostitusi tersebut berbicara dengan suara yang hampir sekarat.
"Maaf ini salah kami" Pak polisi tersebut berusaha mencoba menolong wanita tersebut ke rumah sakit.
"Tapi kami hanya seorang prostitusi"
"Maaf kami yang lemah, sehingga kalian menjadi prostitusi".
Dengan hampir sisa nafas terakhir wanita tersebut tersebut mengucapkan maaf dan meninggal.
Ternyata kegilaan itu bukan hal yang sembarangan. Pergerakan mereka yang terlatih untuk penetrasi masuk kehutan dan pembuatan kejadian serta pengalihan membuat informasi rusak. Terutama banyak orang miskin yang belum bekerja menjadi polisi dan militer. Sehingga pendidikan kewarganegaraan tidak merata. Terutama kemisikanan dan ketidak keadilan yang menghancurkan semua yang terjadi. Celah perkembangan SDM mereka manfaatkan untuk mendapatkan Indonesia. Mereka ingin wanita dan harta sebanyak - banyaknya.
Di suatu tempat yang sangat kumuh, orang - orang miskin mencoba membahas kejadian tersebut. "Gila! terorist itu belum ditemukan" "Sudah hampir 2 minggu mereka belum ditemukan!" "Gini, kalian mengerti dengan keadaan ini? Bagaimana kalau kita merampok semua para pengusaha? mereka pasti akan menyalahkan para teroris." "Kalau ketauan bagaimana? Gunakan si bodoh sebagai tameng. Biar mereka mengaku sebagai anak buah Naga Hitam" "Ah, gila kau!" "Kalian tidak mengerti kenapa kita semua miskin? mereka ingin sodara perempuan kita jadi prostitusi! kamu juga punya sodara perempuan cantik, pasti cuman jadi pemuas hawa nafsu mereka saja" "Ya tapi tidak perlu merampok!" "Terus sampai kapan kita miskin terus? Bahkan banyak orang yang mati karena tidak sanggup berobat!". Semua pembicaraan tersebut di sebar ke seluruh Jawa Barat.
Malam Kota Bandung semakin mencekam. Kota Bandung yang hening karena mencoba mengamati pergerakan terorist yang tidak tau apa - apa tentang tersebut harus terlelap dengan rasa takut.