Lihat ke Halaman Asli

Any Sukamto

Belajar dan belajar

Kurikulum Merdeka Mengajarkan Siswa Berpikir Lebih Kreatif

Diperbarui: 10 Maret 2023   17:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu tugas P5 tentang kesenian daerah. Dokumentasi oleh Walas XX Libels


Pemberlakuan Kurikulum Merdeka pada siswa baru beberapa waktu lalu telah menimbulkan berbagai pertanyaan dari sejumlah wali murid. Wajar saja, banyak yang belum paham dengan kurikulum baru ini lantaran berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Terlebih untuk jenjang SMA, yang nantinya akan memilih jurusan sesuai dengan keinginan dan kemampuan.


Hal itu juga yang saya alami. Sebelum putri saya memasuki jenjang pendidikan SMA, kami sudah mendengar akan diberlakukannya kurikulum baru itu. Namun, karena tidak ada informasi yang jelas dari pihak sekolah sebelumnya dan berita yang beredar juga kurang kami pahami, akhirnya mereka-reka sendiri bagaimana kurikulum itu nantinya.


Waktu itu, yang saya tangkap dari beberapa informasi yang beredar, Kurikulum Merdeka untuk jenjang SMA tidak ada lagi penjurusan IPA atau IPS seperti tahun sebelumnya. Namun, siswa diberikan pilihan pelajaran apa saja yang diminati. Pelajaran itulah yang nantinya akan dipelajari lebih lama di sekolah. Jam pelajarannya lebih banyak dibandingkan pelajaran yang bukan pilihan.


Hanya sampai di situ gambaran saya. Kami belum mengenal istilah P5, singkatan dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Kami juga belum paham bagaimana cara penjurusan nantinya dan pilihan jurusannya apa saja. Ya, minimnya informasi yang kami terima menyesatkan diri sendiri.


Namun, setelah putri saya diterima dan masuk salah satu SMA Negeri yang sesuai dengan pilihannya serta menjalani pendidikan di sana selama satu semester, barulah kami paham. Bahwa, sebenarnya Kurikulum Merdeka ini adalah kurikulum yang bagus bagi siswa dan guru.


Adanya Program Penguatan Profil Pelajar Pancasila ternyata sangat mendukung pendidikan siswa-siswi. Pada program ini, murid-murid diberi tugas berupa sebuah projek, beberapa temanya sudah ditentukan, tetapi bisa memilih sesuai dengan keinginan siswa.


Mereka dibagi dalam beberapa tim. Satu tim mendapatkan satu tema yang berarti satu projek. Salah satu contoh P5, yang kebetulan waktu itu putri saya dan beberapa temannya mendapat projek pembuatan souvenir, dari situlah saya mulai paham dan bagaimana penilaian diambil.


Anak-anak mulai berunding, souvenir apa yang akan dibuat, bahannya apa, dan dari mana modalnya. Setelah itu, mereka juga menentukan harga jual dan bagaimana cara menjualnya. Akhirnya, dengan berbagai cara, anak-anak mampu menanganinya dan projek itu selesai juga.


Kesimpulan dari tugas tersebut begini: modal didapat dengan meminjam uang dari orang tua atau uang saku anak-anak sendiri. Pengerjaan souvenir dibagi untuk beberapa anak, ada yang menyiapkan bahannya dan membuat produk setengah jadi, ada yang menghias agar terlihat cantik dan menarik, ada juga yang menyiapkan kemasannya saat barang akan dijual. Dan tidak lupa dengan catatan keuangannya, semua biaya yang masuk ataupun keluar dicatat dan dihitung rinci.

Salah satu tugas kelompok, siswa bergantian menjelaskan materi di depan kelompok lain, dokumentasi oleh Walas XX Libels 

Adakah keuntungannya? Atau mereka malah rugi? Di mana kekurangan barang produksinya? Semua tercatat rapi dan dilaporkan. Bagaimana koordinasi yang baik juga dipelajari di projek ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline