Beberapa minggu kemudian, ayah Yuda datang ke rumah Any. Lelaki paruh baya itu mencari ayahnya. Any bertanya-tanya, apa yang akan dibicarakan dua lelaki yang berteman itu? Lalu, dari balik dinding Any berusaha menguping pembicaraan mereka.
"Gimana lagi, Dik? Mauku sih Any yang jadi menantuku. Tapi nyatanya? Allah berkehendak lain. Yuda memilih Any yang lain. Aku sebagai orang tua cuma mengikuti maunya anak," ucap ayah Yuda.
"Iya, Mas. Biar anak-anak saja yang menentukan pilihan mereka. Kalo kita yang memaksakan khawatir malah bukan yang terbaik buat mereka. Ya, semoga saja itu yang terbaik buat Yuda," jawab ayah Any bijak.
"Insyaallah. Nanti datang, ya di pernikahan Yuda."
"Iya, Mas, insyaallah saya datang."
Keduanya lalu berpelukan. Ayah Yuda dan ayah Any sama-sama bekerja di sebuah instansi. Mereka sudah lama saling mengenal.
Any yang mendengar dari balik dinding kembali meneteskan air mata. Namun, dia sudah bisa melepaskan Yuda. Baginya, kebahagiaan Yuda jauh lebih utama dibandingkan rasa sakitnya.
Menjelang hari yang telah ditentukan. Dua hari sebelum akad nikah, Yuda sempat mendatangi Any. Dia meminta maaf dan memohon doa agar semua dimudahkan.
"Kamu bisa datang kan? Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Yuda.
"Nggak ah. Nanti kalo aku pingsan di sana gimana? Kamu mau ngangkat?" tanya Any menggoda.