Lihat ke Halaman Asli

Any Sukamto

Belajar dan belajar

Salahkah Aku

Diperbarui: 5 April 2022   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar: dokumen pribadi

Sore itu, aku bebenah menyiapkan dagangan untuk esok hari. Sebagai penjual makanan matang, segalanya harus kupersiapkan sebelumnya agar pagi hari tidak tergesa-gesa. Mulai mengupas bawang, memetik sayur hingga menggoreng bumbu.

Saat aku tengah fokus, tiba-tiba dikejutkan oleh dering HP di sebelahku. Terbaca nama Ari di layarnya, tetanggaku yang satu ini sangat istimewa. Tanpa panjang lebar, ia mengajakku pergi ke Jogja, berangkatnya nanti tepat jam Cinderella.

Kulirik jam di dinding, mana mungkin aku menyanggupinya, beberapa masakan sudah siap bumbunya dan tinggal mencampurkan besok pagi. Lagi pula, mana mungkin aku diizinkan pergi oleh suamiku, berangkatnya saja pukul dua belas malam. Banyak pertimbangan sehingga aku memutuskan untuk tidak mengikuti kepergiannya, meskipun sebenarnya aku ingin sekali.

Jogja adalah kota kenangan. Lama sekali aku tak mengunjungi kota gudeg itu, tepatnya sejak berhenti bekerja dari salah satu hypermarket ternama. Banyak kenangan yang telah kuukir di sana, mengunjunginya kembali adalah impian yang selama ini kupendam.

Apa salahnya mencoba, aku akan minta izin pada Hans, meski jawabannya sudah bisa kutebak, pikirku.

"Hans, aku boleh ikut Ari ke Jogja? Berangkatnya nanti jam dua belas malam," ucapku ragu.

Spontan Hans menjawab, "Gak usah! Tahu nggak ini lagi musim hujan, banyak penyakit lagi!"

Melihat caranya menjawab dengan penuh emosi, aku diam dan mengalah. Toh, aku sudah memutuskan tidak ikut. Aku segera berlalu dan melanjutkan pekerjaanku.

Setelah beberapa bumbu masakan selesai, entah kenapa badan ini rasanya lelah sekali. Apa mungkin karena tidak diizinkan pergi, otot-ototku yang berontak? Ah, daripada lebih parah, kuputuskan besok pagi warung kuliburkan.

Segera kusampaikan keputusan itu pada Hans, agar tak meneruskan memetik sayur yang lain. Tanpa pernah menduga sebelumnya, tiba-tiba dia marah. Pisau kecil yang digunakan untuk memotong sayur ia acungkan.

"Trus, gimana ini, hah? Gimana ini?" Suaranya berat dan penuh tekanan emosi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline