Jarum jam menunjukkan pukul 12.30, sebelum meninggalkan ruang kuliah Pak Ripto bertanya, "Hari ini ada yang ingin ketemu saya untuk bimbingan? Saya tunggu di ruangan, ya."
"Saya, Pak," jawabku sambil mengangkat tangan.
"Gimana tugas akhirmu? Kamu jadi sidang kapan?" tanya Pak Ripto, begitu aku sampai di hadapannya.
"Masih saya kerjakan, tapi baru sampai bab tiga, Pak," jawabku agak gugup.
"Saya akan pindah tugas ke Jakarta awal tahun depan, jadi segera selesaikan skripsinya sebelum September, agar kamu bisa segera sidang dan wisuda di bulan Desember," tegasnya.
"Baik, Pak. Ranti usahakan segera selesai," sahutku. Dengan perasaan masygul, aku keluar ruangan. September artinya tiga bulan lagi padahal alat dan bahan masih belum aku persiapkan.
Mungkin ini saatnya aku butuh pertolongan mereka. Setelah duduk di salah satu sudut kampus, aku menelpon Zein.
"Assalamualaikum, apa kabar Bu Ranti?" Zein menjawab.
"Waalaikumusalam, cepat sekali ngangkatnya."
"Ya, pasti lah, dari jauh baumu sudah tercium. Kamu perlu bantuanku, `kan?" Ia terkekeh sambil meledekku.
Akhirnya kuutarakan maksudku dengan kesepakatan setelah aku selesai menggunakan alat dan bahan, Zein akan menggunakannya. Karena Zein hanya mampu mengeksekusi perangkat lunak, ia mengusulkan Ryan yang mengerjakan perangkat kerasnya.