Lihat ke Halaman Asli

Any Sukamto

Belajar dan belajar

Cerpen | Banyu Langit, Penantian Tanpa Kepastian

Diperbarui: 15 April 2020   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Keputusan Rayhan untuk berangkat ke Jepang membuatku sangat sedih. Terlalu banyak yang kuharapkan dari sosok lelaki penuh kasih dan tanggung jawab seperti dia. Ditambah penampilan keren dan keramahannya, akan membuatku benar-benar kehilangan.

Tiga tahun mengenal lelaki tinggi dan kekar itu, banyak sekali pengalaman hidup berharga yang bisa kupetik darinya. Selain humoris, tegas, jujur dan sikapnya yang penyayang, membuat semua orang betah berada di dekatnya. Senyum manis yang selalu disungging pun menjadi penenang alami.

Tak heran jika hal itu sering disalah artikan oleh teman wanitanya. Banyak yang kecewa, bahkan patah hati karena berharap cinta dari Rayhan. Mungkinkah aku juga demikian, cintaku hanya bertepuk sebelah tangan? Entahlah.

Aku bisa merasakan kasih sayang Rayhan yang tulus, dari perhatian dan tatap matanya yang meneduhkan, juga sikapnya yang hangat saat kami berada dalam komunitas. Meski tak pernah sekalipun diungkapkannya, kami bisa saling mengerti dan memahami.

"Apa pun yang terjadi, kuliahmu harus selesai. Jangan ragu minta bantuan pada siapa pun. Aku akan dukung sepenuhnya langkahmu," pesannya saat pertemuan terakhir sebelum keberangkatannya.

Aku memahami sepenuhnya, jauh di lubuk hatinya ingin sekali membantuku menyelesaikan tugas akhir. Namun, dia juga harus menyiapkan masa depannya, yang mungkin akan dijalaninya bersamaku. Ah, betapa tinggi percaya diriku!

"Aku akan pergi, kamu harus janji selesaikan tugas akhirmu. Aku akan pulang saat kamu wisuda nanti," ucapnya. Sebuah kalimat yang menyejukkan dan selalu ada dalam ingatanku.

Menjalani hari dengan berharap waktu segera berlalu. Hingga tiba saatnya impian akan menjadi kenyataan. Hari bahagia menjelma nyata penuh suka cita.

Minggu berlalu, bulan berganti. Menunggu kabar yang tak pasti, resah pun melanda jiwa yang kasmaran.

Kesibukan baru membuatnya lupa keadaan. Segala cara ditempuhnya demi purna kewajiban di pundaknya. Tak ada lagi rasa lelah yang mendera.

Aku mulai kehilangan arah, tak lagi merindukannya. Tak ada lagi getar rasa mengharap secuil kabar darinya. Sedikit demi sedikit rasa itu menguap bersama kepulan asap yang membubung pekat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline