Lihat ke Halaman Asli

Wow, Butuh 3 Tahun Supaya Bisa Punya SIM Full Licence di Australia!

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13281826531628095815

[caption id="attachment_167929" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] “Ha! Ternyata nyetir dengan kecepatan 100 km/jam itu enak ya!” Begitu isi pesan yg saya kirim   melalui SMS ke adik bungsu saya di Jakarta. Tidak lama kemudian HP saya bergetar. Ada pesan masuk. “Hati-hatiiii, mbaaak!!” isi pesan dari adik saya. Kelihatannya dia cukup ngeri saat membaca isi pesan saya. Maklum, saya baru dua bulan ini mendapat SIM dan belakangan ini di media masa sedang marak dengan berita mobil Xenia yang berkecepatan tinggi di dalam kota dan menabrak 12 orang, 9 diantaranya tewas. Saya jarang mengikuti berita dari tanah air. Kadang-kadang saja selagi senggang. Tapi berita Xenia maut itu tidak terlewatkan, karena melulu diberitakan selama seminggu sejak kejadian. Untuk menenangkan pikiran adik saya, maka saya ketik pesan berikutnya. “Jangan khawatir. Disini saya hanya bisa nyetir dengan kecepatan tinggi kalau ada di jalan toll atau motorway. Kalau di dalam kota hanya boleh berkecepatan 50, 60, 70 atau 80 di jalan yang sudah ditentukan”. Adik saya tidak membalas SMS tadi, saya pikir dia sudah tenang. Syukurlah. Mungkin yang namanya SIM itu sebetulnya penting sekali. Kalau mengemudi kendaraan sebaiknya punya SIM, dan SIM itu pun sebaiknya didapat dengan ujian mengemudi yang betul dan bukannya ujian pura-pura atau lewat jalan belakang. Lho kenapa begitu? Ya karena kalau dengan ujian yang betul, kemampuan pengemudi yang sebenarnya betul-betul diuji pada saat mengemudikan kendaraannya di lalu lintas. Coba mari kita lihat kasus Xenia maut ini. Pertama, pengemudinya tidak memiliki SIM karena menurut berita di koran-koran SIMnya sudah mati sejak tahun 2003. Berarti dia sudah tidak punya ijin untuk mengemudi. Tapi pengemudi itu  nekat nyetir juga. Itu saja sudah salah, bukan? Kedua, mengemudi dibawah pengaruh alkohol/miras apalagi narkoba.. Yang kalau di negeri Paman Sam disebut DUI, atau Driving Under Influence of alcohol. Dilihat dari sudut manapun sudah jelas salah. Karena semua orang juga tau, otak tidak akan berfungsi normal pada saat berada dibawah pengaruh alkohol. Ketiga, sang pengemudi ini sudah semalaman tidak tidur. Dalam keadaan normal saja orang yang kurang tidur pasti mengantuk, bagaimana bisa konsentrasi mengemudi? Ini ditambah lagi dengan konsumsi miras dan narkoba. Halah.. saya tidak habis pikir, kok bisa seperti itu ya... Sementara di negara bagian Victoria sini, butuh waktu lebih dari 3 tahun untuk bisa mendapatkan SIM Full Licence. Ada beberapa tahapan sebelum mendapatkan SIM tersebut. Tahap pertama saya harus mendapatkan Learner Permit atau Ijin Belajar, dengan mengambil ujian teori lalu lintas. Kalau lulus, saya boleh memasang tanda L (Learner) di kaca depan dan belakang mobil, tapi tiap kali mengemudi harus ditemani oleh orang yang sudah memiliki SIM Full Licence. Waktu berlakunya Learner Permit ini maksimum 10 tahun. Dalam waktu 10 tahun itu, kapan saja si pengemudi ini merasa siap, boleh mengambil ujian praktek mengemudi untuk mendapatkan SIM Probation. Tapi sebelum mengambil ujian praktek itu, pengemudi harus lulus Hazard Perception Test yaitu simulasi mengemudi dengan halangan-halangan yang mungkin terjadi di jalan raya. Kalau ini lulus, selanjutnya adalah ujian praktek itu. Pada saat ujian praktek, ada penguji yang akan ikut di mobil yang dikendarai dan menilai pengemudi ini. Dia yang akan memberi perintah kita harus pergi kemana. Selama ujian praktek ini, dia akan menilai kecakapan kita mengemudi, mematuhi rambu lalu lintas, menjaga jarak dan kecepatan mobil, dan lain-lain. Tempo hari saya harus mengambil ujian ini 2 kali, karena pada waktu ujian pertama saya gugup jadilah saya tidak lulus. Pada saat tidak lulus itu saya sempat berpikir; seandainya ini di tanah air beta, mungkin ketidak lulusan saya itu bisa dikoreksi menjadi lulus dengan bantuan fulus tentunya. Tapi tidak begitu kenyataannya di negeri kangguru ini. Tidak lulus ya silahkan mengulang lagi sebulan kemudian. Untungnya  di ujian kedua saya lebih percaya diri jadi saya lulus. Setelah lulus ujian praktek ini, sekarang saya mengantongi SIM P atau Probation, yang waktunya adalah 3 tahun. Tanda P harus terpasang di kaca depan dan belakang mobil, dan sekarang saya sudah boleh mengemudi tanpa ditemani orang yang sudah memiliki SIM Full Licence. Selama 3 tahun ini, kalau tidak ada pelanggaran yang saya lakukan, barulah saya berhak untuk mendapatkan SIM Full Licence. Proses yang panjang, bukan? Batas sah untuk konsentrasi alkohol dalam darah di tiap pengemudi di negara bagian ini adalah dibawah .05 BAC (Blood Alcohol Concentration). Sedangkan untuk pengemudi dengan L permit dan SIM P adalah zero BAC. Begitulah sekilas gambaran proses mendapatkan sebuah SIM di negara bagian Victoria di Australia ini. Teman saya pernah bilang, “Nyetir di Australia itu enak karena semua serba tertib  jadi lebih aman dan nyaman untuk mengemudi. Kapan ya di Jakarta bisa seperti itu?” Begitu katanya. Saya juga tidak tau, tapi yang jelas saya tidak akan pernah berani nyetir di Jakarta. HP saya bergetar lagi. Ah ternyata dari adik saya lagi. “Ya sudah. TTDJ selalu ya,” bunyi pesannya. TTDJ? Apa maksudnya ya? Ternyata setelah saya tanya mbah Google arti singkatan TTDJ, barulah saya tau maksudnya: haTi haTi Di Jalan. Ya ya.. tentu saja, saya akan selalu TTDJ :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline