Lihat ke Halaman Asli

Akar Balik

Diperbarui: 22 September 2024   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti apa rasanya jika kita tersesat kemudian ketika akan mencari rute yang benar namun hanya lokasi itu itu saja yang kita lewati? Jika ada orang yang membantu maka niscaya kita baru akan berhasil menemukan jalan yang benar. Selama kita belum bertemu dengan orang yang tepat maka akan selama itu juga kita tersesat.

Suatu hari ada seorang bapak muda yang hendak menuju ke rumah sanak saudaranya selepas dia bekerja. Kebetulan saat itu ada hal penting yang harus segera ia sampaikan. Tidak perduli panas hujan, siang malam atau ramai sepi tetap harus ia sampaikan pesan itu. Raga mulai gontai selepas berjibaku dengan rutinitas tugas demi seuntas mimpi yang memang harus dituntaskan, namun waktu memaksa untuk bisa segera menyampaikan tugas. Mentari mulai izin undur diri berganti dengan rembulan senja yang bersahaja, suara jangkrik memecah kesunyian desa tempat ia melintas. Desa itu merupakan salah satu desa terpencil yang berada di tengah hutan. 

Langkah demi langkah ayunan sepeda menyusuri desa itu, semakin ayunan pedal sepeda semakin kencang maka semakin kencang pula laju sepeda. Dalam pikirnya hanya bagimana caranya bisa segera sampai tempat tujuan sebelum gelap. Laju sepeda sesuai harapnya, namun dalam hati ia bertanya tanya "kenapa tidak sampai sampai ya dan jalanan serta rumah-rumah kok hampir sama?"

Semakin ia bertanya dalam hati semakin ia merasa panik. Tanpa terasa mentari sudah berganti dengan rembulan, seiring itu pulalah nyalinya berganti menjadi ciut. Ciut bukan karena takut tetapi ciut karena keringat semakin kecut namun dia masih saja berada di desa yang sama. "Aku tersesat?" Pertanyaan yang semakin bergejolak di hati dan pikiran.'"ah tidak, aku tidak tersesat". 

Dua kalimat yang selalu berperang dalam hatinya. Saat ego serta kesombongan menutup mata kita terkadang jalan Tuhan tidak menampakan terangnya, begitu juga dengan yang pria ini alami. Ia masih dengan angkuhnya merasa tidak tersesat. Kesabaran selalu ada batasnya, kekuatan selalu ada habisnya. Tampaknya ia sudah merasa semakin lelah dan gontai, maka timbulah niat dalam hatinya untuk bertanya kepada siapapun yang ia akan temui di sepanjang jalan. "Nah itu ada orang" gumamnya melihat tetiba ada seorang ibu sedang berjalan. "Bu permisi mau tanya". Saat itulah ia mulai menanyakan maksud dan tujuannya, saat itu jugalah ia tiba tiba dapat dengan mudah keluar dari desa itu setelah sekitar 2 jam melewati jalan yang sama.

Kira kira menjelang larut ia berhasil tiba di rumah sanak saudaranya. Peristiwa yang baru saja ia alami telah diceritakan kepada saudaranya. Menurut cerita orang sekitar bahwa di desa itu memang sering terjadi kejadian seperti itu karena akar mimang atau akar balik yang selalu membuat siapa saja yang melewatinya akan selalu di tempat yang sama dan tidak beranjak kemanapun sebelum bertanya kepada penduduk setempat.

Cerita tentang akar balik ini mempunyai filosofi yang sangat dalam bahwa kita menjadi manusia janganlah merasa angkuh serta selalu ramah serta memberikan sapaan kepada penduduk desa di manapun kita lewati dan lalui. Bersapalah....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline