Lihat ke Halaman Asli

Jalan Pulang

Diperbarui: 24 November 2024   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Termenung ku menatap langit yang membuatku memikirkan, dari segala ciptaan-Nya, Ayah dan Bunda yang terasa begitu indah bagiku. Tak bisa kubayangkan jika dihidupku tanpa mereka yang mendampingiku, menuntunku dalam menghadapi dunia yang keras ini. Entah apa jadinya jika aku tak dihadirkan di dunia ini oleh mereka yang hebat.

Aku yang terlahir di keluarga bisa dibilang berkecukupan. Orang tuaku yang selalu berusaha memenuhi semua keinginanku dari waktuku kecil hingga sekarang. Ayah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya, dan Bunda yang berperan sebagai Ibu rumah tangga.

Bunda, Masih kuingat kalimat yang selalu ia ucapkan dari dulu hingga saat ini setiap pagi.

"Yah, dek, ayo bangun pagi sudah tiba, sholat lalu bersiap lah."

Aku tidak mengerti, mengapa selalu Ayah yang paling susah bangun pagi. Itu cukup membuatku kesal, aku lah yang harus membangunkannya lagi dan tetap saja, Ayah selalu susah membuka matanya. Yang bisa membangunkannya hanya Bunda dengan membawa segelas kopi yang dibuatnya. Anehnya, itu mempan.

"dihh, giliran dibuatin kopi aja bangun." Ucapku sambil berjalan ke kamar mandi.

Mendengar omelanku, Ayah dan Bunda hanya menanggapinya dengan tertawa.

Sebelumnya, aku bersekolah di SMA Negeri 3 Kota Mojokerto. Sekarang aku duduk di bangku kelas 11. Jujur saja, sekarang aku masih bingung untuk menentukan langkah kedepanku setelah lulus dari sekolah ini.

Hari ini, sekolah mengadakan sosialisasi tentang perguruan tinggi, disana membahas tentang langkah apa yang harus diambil setalah ini, dan pilihan yang kita buat, entah itu berkuliah ataupun ingin bekerja. Setelah ku perhatikan, rata-rata murid di sini memilih untuk melanjutkan perguruan tinggi. Hatiku tergerak untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya, aku pun memiliki cita-cita yang ingin ku gapai, dokter.

Setelah pulang dari sekolah, aku berjalan menuju rumah. Bisa dibilang jarak rumahku dekat dengan sekolah, maka dari itu, aku lebih memilih berjalan untuk berangkat dan pulangnya. Hitung-hitung olahraga kecil.

Sampai ku dirumah, samar-samar ku dengar suara tangisan perempuan, yang kurasa itu Bunda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline