Lihat ke Halaman Asli

Peran Perawat bagi Keselamatan Pasien dan Tenaga Medis dalam Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia

Diperbarui: 21 Januari 2021   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

COVID-19 dikenal juga dengan SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2) pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei,  Cina. Dengan spesies virus yang sama, juga pernah muncul di dunia dengan kasus MERS (Middle East Respiratory Syndrom) dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Virus ini dikenal sebagai virus zoonosis yaitu virus yang berasal dari binatang. Masa Inkubasi virus ini rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang adalah 14 hari. Masa inkubasi adalah masa sejak masuknya virus ke tubuh manusia  untuk menginfeksi tubuh manusia. Pada kasus COVID-19 yang berat, dapat menimbulkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, bahkan kematian.

Menurut Du Z et al pada tahun 2020, virus ini menular dalam 48 jam sebelum onset gejala (presimptomatik) sebanyak 12,6%. Selain itu, virus ini  menular pada 14 hari setelah onset gejala, droplet secara batuk atau bersin pada jarak kurang dari 1 meter dengan diameter lebih dari 5-10 µm, kontak langsung dengan pasien yang terifeksi corona virus, dapat menular juga ketika kita melakukan kontak dengan benda-benda yang sudah terkontaminasi oleh virus ini, contohnya adalah stetoskop, botol air, termometer, tensimeter, dan lainnya. Namun, terdapat kasus konfirmasi positif covid-19 dengan tanpa gejala atau asimptomatik. Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa mulut, mukosa hidung, dan konjungtiva di mata.

Virus ini dapat bertahan 72 jam pada permukaan plastik, kurang dari 4 jam pada tembaga, dan kurang dari 24 jam pada kardus atau kertas. Virus ini juga sensitif terhadap sinar ultraviolet yang dihasilkan oleh matahari dan juga panas. Pelarut lemak (Lipid Solvent) sangat efektif dalam menonaktifkan virus ini. Contoh pelarut lemak adalah eter, alkohol 75%. etanol, klorin, asam peroksiasetat, dan khloroform (kecuali khlorheksidin).

Sabun juga merupakan pelarut lemak. Inilah alasan mengapa kita dianjurkan untuk selalu mencuci tangan kita. Karena, virus ini mati saat kita mencuci tangan dengan sabun. Virus ini juga dapat bertransmisi melalui udara. Prosedur rumah sakit yang dapat menghasilkan aerosol antara lain intubasi endotrakheal, memutus koneksi ventilator, mengubah pasien ke posis tengkurap, ventilasi tekanan positif non-invasive, ventilasi manual sebelum intubasi, bronkoskopi, traekostomi, nebulisasi, suction terbuka, dan resusitasi kardiopulmoner. Tetapi, transmisi ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

Perawat sebagai salah satu tenaga medis yang bertugas di rumah sakit, wajib ikut menjaga keselamatan pasien dan rekan sesama tenaga medis di pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas, atau lainnya. Tujuan perawat menjaga keselamatan pasien adalah agar kondisi kesehatan si pasien tidak semakin parah. Sedangkan tujuan menjaga keselamatan tenaga medis lain adalah agar sang tenaga medis tidak ikut sakit sehingga bisa tetap terus bekerja merawat pasien, dan pasien juga tidak tertular penyakit lain dari tenaga medis yang merawat dia. Apalagi di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini. Perawat harus benar-benar menjaga keselamatan setiap individu di rumah sakit, termasuk dirinya sendiri

Menurut Pasal 57 Undang-undang  No 36 Tahun 2014, tenaga kesehatan memiliki beberapa hak dalm melaksakan praktiknya. Pertama tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang mmelaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasinalnya masing-masing. Kedua, setiap tenaga kesehatan berhak memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari penerima layanan kesehatan atau keluarganya. Hal ini sangat penting, apalagi dalam masa pandemi ini. Dengan perawat mendapatkan informasi yang benar dari pasien dan keluarga, maka dapat mengurangi penyebaran COVID-19 ini.

Jika ada pasien dengan hasil swab test nya menyatakan positif terinfeksi COVID-19 dan dia berkata tidak jujur. Maka, tenaga medis yang bekerja melaksanakan praktik profesinya kepada pasien tersebut semakin rentan tertular COVID-19 dari sang pasien. Ketiga, setiap tenaga kesehatan berhak menerima imbalan jasa. Keempat, berhak memperoleh perlindungan dan keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, dan nilai-nilai agama. Tetapi sayangnya hal tersebut belum terlaksana dengan semestinya.

Masih banyak pasien yang datang ke rumah sakit dengan hasil swab test positif terinfeki COVID-19. Tetapi saat ditanya, sang pasien mengatakan bahwa dirinya negatif, saat dilakuan test ulang ternyata hasilnya positif. Hal tersebut merugikan banyak pihak, tidak hanya tenaga medis tetapi pasien lain juga bisa tertular. Hal ini membuat tujuan keselamatan pasien dan tenaga medis tidak tercapai. 

Karena masih banyak pemikiran masyarakat yang selalu berfikir bahwa saat ia menerima hasil testnya positif, mereka menganggap bahwa itu aib. Sehingga malu untuk memberitahu keluarga, petugas medis, dan lainnya. Para pasien yang terinfeksi COVID-19 juga merasa tertekan karena takut akan pemikiran masyarakat awam. Mereka takut mereka akan dijauhi, dikucilkan di masyarakat karena terinfeksi atau pernah terinfeksi COVID-19. Perawat dapat melakukan perannya sebagai edukator. Perawat dapat memberikan edukasi kepada pasien dan masyarakat berapa bahayanya COVID-19, dan memberitahu mereka untuk jujur. Perawat juga dapat memberitahu mengenai resiko jika tidak berkata jujur.

Selain itu, saat perawat melakukan edukasi kepada pasien dan masyarakat yang tidak terinfeksi COVID-19, perawat perlu menekankan kepada mereka bahwa terinfeksi covid-19 bukanlah sesuatu yang  dianggap aib sehingga orang-orang yang positif, harus dikucilkan dari masyarakat. Faktanya, memang setiap orang yang hasil testnya positif, yang merasakan gejala, dan datang dari luar kota atau luar negri harus melakukan isolasi mandiri. Melakukan karantina atau isolasi mandiri memang harus berdiam diri di rumah atau di rumah sakit. Melakukan karantina mandiri atau isolasi mandiri bukan berarti harus dikucilkan oleh warga sekitar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline