Adhe Nuansa Wibisono, S.IP Kajian Terorisme FISIP UI Jakarta, Senin 10 Desember 2012 Tulisan ini merupakan sebuah critical review dari makalah yang berjudul : Cheryl Maria Marella Pangau, “Pengaruh Pemimpin Jamaah Islamiah dan Pengambilan Tindakan Aksi Teror di Indonesia”, (Universitas Indonesia : 2012)
Rangkuman
Pada makalah kali ini Cheryl Maria Marella Pangau ingin mencoba menjelaskan bagaimana pengaruh Abdullah Sungkar, yang diambilnya sebagai personifikasi dari pemimpin Jamaah islamiyah, terhadap tindakan dan aksi-aksi terorisme yang ada di Indonesia. Jadi arah makalah yang dituliskan Cheryl Pangau ini mengarahkan kepada satu asumsi bahwa Abdullah Sungkar sebagai faktor utama penyebab maraknya berbagai aksi dan tindakan terorisme yang ada di Indonesia. Kita dapat melihat asumsi dari sebuah pernyataan, “Bagaimana pemimpin Jamaah Islamiah bisa memiliki pengaruh persuasif yang tinggi terhadap para pengikutnya, sehingga mereka mengikuti apa saja yang diperintahkan, bahkan untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal sekalipun seperti misalnya bom bunuh diri.[1]”
Kita bisa menarik satu asumsi bahwa Cheryl Pangau melihat faktor pemimpin (leader) dalam gerakan teror sebagai pihak yang mengarahkan pelaksanaan tindakan dan aksi teror, dengan menggunakan kekuatan persuasi. Cheryl Pangau juga melihat “jihad” sebagai satu bentuk pemaksaan ideologi dan juga tindakan politik. Dijelaskan lebih lanjut bahwa memaksakan ideologi Islam Salafy untuk diterapkan di Indonesia adalah tindakan politik. Kemudian pernyataan coba diperkuat dengan kutipan yang diambil oleh Al Maududi mengenai motif politik, “The motive forces behind these conflicts are such individual or collective purposes as arecompletely devoid of any ideological bias or support for certain principles” (Al Maududi, Abul Ala, 2006).[2] Saya tidak melihat adanya korelasi yang signifikan antara adanya upaya pemaksaan ideologi Islam Salafy dengan tindakan terorisme yang ada di Indonesia.
Kemudian pembahasan pada makalah tersebut mencoba menjelaskan mengenai Abdullah Sungkar, sebagai unit analisa individu yang akan diteliti, Cheryl Pangau melihat Abdullah Sungkar sebagai seorang komunikator yang menjadi aktor utama yang karismatik dalam penyebaran nilai-nilai radikal. Walau kemudian tidak terdapat data yang begitu valid mengenai substansi radikalisme yang disebarkan oleh Sungkar. Cheryl Pangau hanya menjelaskan mengenai latar belakang Sungkar yang memiliki banyak afiliasi organisasi dan tidak menyertakan data-data mengenai pernyataan Sungkar yang berpotensi dalam menyebarkan radikalisme.
Cheryl Pangau menuliskan, “Abdullah Sungkar disebutkan adalah seorang mubaligh (pendakwah, penyampai pesan) maka itu selama pelariannya ia berdakwah tidak hanya di Malaysia tetapi juga di Jerman dan Australia. Pertama-pertama bergabung dengan Kepanduan Al Irsyad, kemudian Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Sedang dalam politik praktis Abdullah Sungkar menjadi anggota partai Masyumi.”[3] Untuk memperkuat argumen bahwa Abdullah Sungkar merupakan komunikator yang handal dan melakukan optimalisasi pesan melalui media massa, Cheryl Pangau menuliskan, “Tahun 1969 Abdullah Sungkar bersama kawan-kawannya mendirikan Radio Dakwah Islamiyah (Radis) di jalan Gading Solo. Abdullah ungkar juga memiliki forum pengajian yang dilaksanakan di Masjid Agung Solo.[4]”
Kerangka pendekatan yang digunakan dalam makalah ini adalah teori komunikasi interpersonal dan teori komunikasi kelompok. Cheryl Pangau menggunakan dua pendekatan ini untuk melihat pengaruh Abdullah Sungkar terhadap tindakan teror yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah. Pendekatan ini bisa dirumuskan dengan :
1. Pemimpin Kelompok Teroris dan Teori Komunikasi Interpersonal
Banyak cara komunikasi interpersonal yang dilakukan Abdullah Sungkar yang memudahkannya mengirimkan pesan kepada kelompoknya[5]
- Secara man to man : Saat dakwah atau ceramah di masjid atau pesantren maupun sekolah sekolah agama yang dibangunnya, ia berdakwah secara langsung di depan bisa seorang individu, kelompok kecil, bahkan kelompok massa dalam jumlah besar.
- Lewat media massa: Radio Dakwah Islamiah (Radis Gading Solo) adalah salah satu caranya menyampaikan pesan sebagai komunikator dominan kepada siapapun yang mendengarkan, dengan jangkauan jumlah massa yang tak terhingga.
2. Teori Komunikasi Kelompok dan Aksi Teror yang Terjadi.
Sesuai dengan pengertian teori komunikasi kelompok, dimana di dalam kelompok terdapat interaksi dari kesamaan interest, dimana dalam kelompok Jamaah Islamiah mereka memiliki kesamaan interest untuk menjadikan Indonesia negara Islam.[6]
Analisa dan Kritik Konten
Saya berpendapat bahwa terdapat beberapa poin-poin bermasalah yang dapat dikritisi dari makalah ini, hal mendasar pertama yang ingin saya kritik adalah mengenai unit analisa individu yang disematkan ke Abdullah Sungkar, terutama karena melihat Sungkar sebagai individu yang bertanggung jawab dalam terjadinya tindakan dan aksi terorisme yang terdapat di Indonesia. Cheryl Pangau mengatakan bahwa Abdullah Sungkar sebagai pendiri dan pemimpin Jamaah Islamiyah bertanggungjawab atas terjadinya berbagai rangkaian pengeboman yang terjadi di Indonesia pada periode tahun 2000-2003.
Saya menolak argumen yang melihat bahwa rangkaian pengeboman terjadi karena pengaruh langsung dari Abdullah Sungkar. Pertama, Abdullah Sungkar sudah meninggal dunia pada tahun 1999 sebelum adanya rangkaian pengeboman pada tahun 2000 dan bom bali 2002[7]. Sehingga saya berargumen bahwa Abdullah Sungkar tidak dapat dikatakan bertanggung jawab secara langsung terhadap serangkaian operasi pengeboman yang terjadi pada tahun 2000-2003, seseorang yang telah meninggal tidak bisa melakukan perencanaan tindakan.
Kedua, tindakan dan aksi terorisme yang terjadi lebih dikarenakan pengaruh eksternal organisasi Jamaah Islamiyah yang berasal dari fatwa jihad Usamah Bin Laden Laden[8] yang memperbolehkan atau melegalkan serangan kepada warga sipil, khususnya warga sipil Amerika Serikat di daerah pendudukan dikarenakan invansi Amerika Serikat ke berbagai negara muslim juga menghasilkan korban warga sipil dalam jumlah besar. Sehingga menyebabkan timbulnya cara pandang baru dalam berbagai gerakan radikal di Indonesia, terlebih lagi Jamaah Islamiyah secara organisasi belum memberikan persetujuan organisasional atas fatwa Usamah Bin Laden[9].
Ketiga, serangkaian pengeboman yang terjadi pada tahun 2000-2003 itu bukan dikarenakan pendapat personal dari Abdullah Sungkar, tetapi dikarenakan inisiatif dari pimpinan Mantiqi I, Ridhuan Ishamuddin alias Hambali, argumen ini saya kemukakan karena melihat polemik yang terjadi dalam tubuh Jamaah islamiyah ketika merespon fatwa jihad Usamah bin Laden tersebut. Mantiqi I yang dipimpin oleh Hambali mendukung fatwa jihad tersebut dan merancang serangkaian aksi pengeboman sebagai upaya peningkatan ekskalasi konflik di Indonesia[10], Mantiqi II dan Mantiqi III menolak fatwa jihad tersebut karena melihat bahwa kesiapan sumberdaya organisasi belum mampu untuk melakukan hal tersebut dan adanya prioritas lain untuk melakukan persiapan-persiapan latihan kemiliteran, ditambah lagi tidak disepakatinya poin penyerangan terhadap warga sipil yang ditolak oleh mayoritas anggota Jamaah Islamiyah.[11]
Poin bermasalah berikutnya adalah tidak ditemukannya data-data mengenai pernyataan-pernyataan atau ceramah-ceramah Abdullah Sungkar yang memberikan pengarahan kepada penerapan aksi dan tindakan terorisme di lapangan. Makalah ini hanya memberikan latar belakang dari Abdullah Sungkar yang memiliki afiliasi dengan beberapa organisasi sosial politik sebelum mendirikan JI, memberikan informasi bahwa Sungkar mendirikan Radio Dakwah di Solo, tetapi makalah ini tidak menunjukkan data mengenai pernyataan atau teks yang berasal dari Abdullah Sungkar yang kemudian akan menimbulkan aksi terorisme yang dilakukan oleh sekelompok faksi dalam tubuh Jamaah Islamiyah. Jika tidak ada penunjukkan teks maka analisa terhadap teks tidak bisa dilakukan, sehingga asumsi dasar yang diajukan Cheryl Pangau mengenai Abdullah Sungkar memiliki pengaruh persuasif kepada anggotanya sehingga mampu melakukan pengeboman bunuh diri tidak dapat dibuktikan melalui makalah ini.
Kemudian penggunaan teori komunikasi interpersonal hanya menjelaskan bagaimana cara seorang komunikator dapat menyampaikan pesan kepada komunikan, yaitu melalui jalur personal dan jalur media massa. Kelemahan dari penggunaan teori ini adalah ia tidak mampu menjelaskan bagaimana proses seorang komunikator dalam mengarahkan komunikan kepada aksi dan tindakan terorisme. Sedangkan teori komunikasi kelompok memang menjelaskan bahwa anggota dalam suatu kelompok bisa bersatu karena memiliki kesamaan kepentingan (interest), Cheryl Pangau menjelaskan bahwa interest yang dalam konteks Jamaah Islamiyah adalah pembentukan negara Islam, tetapi kelemahannya adalah makalah ini tidak memberikan penjabaran terkait dengan tindakan terorisme. Kesamaan interest negara Islam tidak serta merta dapat dikatakan pasti mengarah kepada aksi dan tindakan terorisme. Konsolidasi yang terjadi dalam tubuh Jamaah Islamiyah karena kesamaan interest belum tentu bisa disebut sebagai tindakan terorisme, karena kemudian kita menemukan ada faksi dalam tubuh Jamaah Islamiyah yang menolak penggunaan kekerasan kepada warga sipil.[12]
Saran dan Rekomendasi
Saya memberikan saran agar makalah ini mencari data lebih dalam mengenai Abdullah Sungkar, terutama mengenai teks-teks tertulis atau rekaman-rekaman ceramah yang menunjukkan substansi pemikiran dari Abdullah Sungkar. Apakah benar jika ceramah-ceramah yang berasal dari Abdullah Sungkar kemudian menjadi pemicu bagi serangkaian aksi dan tindakan terorisme di Indonesia? Karena saya menemukan titik pemicu tindakan terorisme bukan berasal dari Abdullah Sungkar tetapi dikarenakan : 1. Faktor eksternal fatwa jihad Usamah Bin Laden yang melegalkan penyerangan kepada warga sipil. 2. Faktor internal pilihan sikap Hambali dan Mantiqi I yang mendukung pelaksanaan fatwa jihad Bin Laden di Indonesia. Jika meng tidak mendapati data mengenai substansi pemikiran Sungkar, maka asumsi dasar yang ditawarkan pada makalah ini secara otomatis akan gugur.
Jika memang tidak didapati pemikiran Sungkar yang memiliki implikasi langsung yang mengarah pada tindakan teror yang dilakukan oleh sebagian faksi Jamaah Islamiyah, maka saya mengusulkan unit analisa individu dalam makalah ini dipindahkan kepada Hambali, pimpinan Mantiqi I, yang dimana dalam beberapa referensi seperti (Solahudin : 2011,Abas : 2005 dan Magouirk : 2008) memang menuliskan bahwa pihak yang bertanggung jawab dalam rangkaian tindakan terorisme yang terjadi adalah inisiatif dari Hambali dan para anggota Jamaah Islamiyah yang berasal dari Mantiqi I. Sehingga nanti arah penulisan makalah ini kemudian akan menemukan validitas data tentang pengaruh leader kepada follower-nya dalam melakukan aksi dan tindakan teror. Kemudian pembahasan teks bisa dipertajam kepada bagaimana Hambali dapat melakukan persuasi kepada anggotanya di Mantiqi I, kemudian kita dapat melalukan analisa teks terhadap pemikiran Hambali dalam rangkaian aksi penyerangan yang kemudian dikenal sebagai Doktrin Hambali.[13]
Untuk pendekatan tambahan yang mampu menganalisa bagaimana seorang leader mampu menggerakan anggotanya bahkan untuk melakukan tindakan teror sekalipun saya menawarkan dua poin dari pendekatan radicalization process yang dikemukakan oleh Silber & Bhatt (2007), dua orang analis intelijen senior di Divisi Intelijen New York Police Department, yaitu poin Indoctrination dan Jihadization[14].
§Indoctrination, pada tahapan ini individu mulai meningkatkan intensitasnya dalam mempelajari ideologi dan cara pandang yang radikal dan kemudian mulai bersama-sama berkumpul dengan individu-individu lain yang berpikiran serupa yang mendukung intensitas pembelajaran dan pemahaman radikal tersebut dibawah bimbingan seorang mentor ideologis atau guru spiritual (Silber & Bhatt 2007 : 7).
§Jihadization, yang berarti ketika individu telah menerima ide-ide dan gagasan jihad sebagai suatu kewajiban, tugas personal yang harus dipenuhi, dan mulai merencanakan aksi-aksi dan tindakan terorisme. Pada tahapan ini juga individu telah berkomitmen untuk melakukan tindakan-tindakan terorisme atau telah siap untuk menjadi pejuang martir menurut perspektif yang mereka yakini.
Dengan tambahan pendekatan ini mungkin akan memberikan suatu gambaran bagaimana seorang pemimpin dapat memberikan pengaruh persuasif kepada anggotanya dalam melakukan aksi dan tindakan terorisme yang akan melengkapi teori komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok yang sudah ada.
Saya akan memberikan rekomedasi beberapa literatur yang akan membantu dalam proses penulisan makalah ini yaitu :
- Abuza, Zachary ‘The War On TerrorismIn Southeast Asia’, Jurnal Strategic Asia 2003-2004
- Blanchard, Christopher M. ‘Al Qaeda: Statements and Evolving Ideology’, Congressional Research ServiceReport for Congress, 2005
- Magouirk, Justin ‘Connecting Terrorist Networks’, Studies in Conflict & Terrorism, 31:1–16, 2008, (Michigan, Routledge : 2008)
- Kühle, Lene, Lasse Lindekilde, ‘Radicalization Among Young Muslims In Aarhus’, Centre for Studies in Islamism and Radicalisation (CIR), (Aaarhus : Aarhus University, 2010)
Referensi
Abas, Nasir, ‘Membongkar Jamaah Islamiyah : Pengakuan Mantan Anggota JI’, (Jakarta, Grafindo Khazanah Ilmu : 2005)
Abuza, Zachary ‘The War On TerrorismIn Southeast Asia’, Jurnal Strategic Asia 2003-2004
Blanchard, Christopher M. ‘Al Qaeda: Statements and Evolving Ideology’, Congressional Research ServiceReport for Congress, 2005
Borum, Randy, ‘Radicalization Into Violent Extremism I : A Review Of Social Science Theories’, Journal of Strategic Security Volume 4 Issue 4, (South Florida : Henley Putnarn University Press, 2011)
LaFree, Gary, etc, ‘Community-Level Indicators Of Radicalization: A Data And Methods Task Force’, National Consortium for the Study of Terrorism and Responses to Terrorism, U.S. Department of Homeland Security Center of Excellence,(Maryland : University Of Maryland : 2011)
Mandel, David R., ‘Radicalization: What Does It Mean?’, dalam T. Pick & A. Speckhard(Eds.), ‘Indigenous Terrorism: Understanding And Addressing The Root Causes Of RadicalizationAmong Groups With An Immigrant Heritage In Europe’, (Armsterdam : IOS Press, 2008)
Magouirk, Justin ‘Connecting Terrorist Networks’, Studies in Conflict & Terrorism, 31:1–16, 2008, (Michigan, Routledge : 2008)
International Crisis Group, ‘Daur Ulang Militan Indonesia : Darul Islam dan Bom Kedutaan Australia’, Februari 2005
Solahudin, ‘NII Sampai JI : Salafy Jihadisme di Indonesia’, (Jakarta, Komunitas Bambu :2011)
[1] Cheryl Maria Marella Pangau, “Pengaruh Pemimpin Jamaah Islamiah dan Pengambilan Tindakan Aksi Teror di Indonesia”, (Universitas Indonesia : 2012), hal 1
[2] Cheryl Maria Marella Pangau, “Pengaruh Pemimpin Jamaah Islamiah dan Pengambilan Tindakan Aksi Teror di Indonesia”, (Universitas Indonesia : 2012), hal 6
[3] Cheryl Maria Marella Pangau, “Pengaruh Pemimpin Jamaah Islamiah dan Pengambilan Tindakan Aksi Teror di Indonesia”, (Universitas Indonesia : 2012), hal 10
[4] Cheryl Maria Marella Pangau, “Pengaruh Pemimpin Jamaah Islamiah dan Pengambilan Tindakan Aksi Teror di Indonesia”, (Universitas Indonesia : 2012), hal 10
[5] Cheryl Maria Marella Pangau, “Pengaruh Pemimpin Jamaah Islamiah dan Pengambilan Tindakan Aksi Teror di Indonesia”, (Universitas Indonesia : 2012), hal 10
[6] Cheryl Maria Marella Pangau, “Pengaruh Pemimpin Jamaah Islamiah dan Pengambilan Tindakan Aksi Teror di Indonesia”, (Universitas Indonesia : 2012), hal 11
[7]Abdullah Sungkar meninggal dunia pada tanggal 23 Oktober 1999 di Bogor. Sehingga saya berpendapat bahwa Sungkar tidak memiliki keterkaitan dengan perencanaan bom gereja tahun 2000 dan bom bali tahun 2002.
[8] Christopher M. Blanchard, “Al Qaeda: Statements and Evolving Ideology”, Congressional Research ServiceReport for Congress, 2005, hal 3
[9]Solahudin, ‘NII Sampai JI : Salafy Jihadisme di Indonesia’, (Jakarta: Komunitas Bambu, Depok, Mei 2011), hal 248
[10]Justin Magouirk, ‘Connecting Terrorist Networks’, Studies in Conflict & Terrorism, 31:1–16, 2008, (Michigan, Routledge : 2008), hal 5